Sunday, April 3, 2011

Pembobol Bank Digulung

jakarta, Kompas - Polda Metro Jaya berhasil menggulung komplotan pelaku pembobol bank milik negara, Selasa (29/3). Sepuluh tersangka dibekuk polisi, seorang di antaranya Wakil Kepala Cabang Bank BNI Margonda, Simprug, Jakarta Selatan.

Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Aris Munandar, Rabu, mengungkapkan, selain menangkap pembobol Bank BNI, polisi juga menangkap otak pelaku pembobol dana PT Taspen di Bank Mandiri dan Bank BRI.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi memastikan kepolisian akan mengusut tuntas kejahatan perbankan, seperti kasus pembobolan dana nasabah.

Ito menilai kejahatan perbankan dapat muncul karena kelemahan di sistem perbankan. ”Bank harus bertanggung jawab atas dana nasabah,” katanya. Karena itu, diperlukan audit reguler dari lembaga pengawas independen yang dikontrol Bank Indonesia.

Bank BUMN

Menurut Aris, semua tersangka sudah dibekuk. ”Dalam kasus pembobolan dana BRI sebesar Rp 130 miliar, kami menangkap enam tersangka. Dalam kasus dana Tabungan Asuransi Pensiunan (Taspen) di Bank Mandiri sebesar Rp 110 miliar, kami menangkap otak pelakunya, residivis AF (38) dan beberapa tersangka lain,” katanya.

AF, warga Tambun, Bekasi, membobol dana pensiun Taspen tahun 2009 dan ditangkap pada Senin malam lalu. Namun, menurut Vice President Corporate Bank Mandiri Sukoriyanto Saputro, kasus pembobolan dana pensiun ini terjadi tahun 2007.

Saat diperiksa, AF mengaku mendapat bagian uang Rp 15 miliar. Aris berjanji akan memaparkan rincian kasus pembobolan di Bank BRI, Kamis ini.

AF, kata Aris, melakukan aksinya sejak tahun 1999. ”Dia sudah beberapa kali membobol bank di beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sasarannya selalu bank BUMN. Ia beraksi dengan melibatkan orang dalam.

Dalam kasus pembobolan Bank BNI, AF bekerja sama dengan JKD (36), Wakil Kepala Cabang BNI 46 Margonda, Simprug, Jakarta Selatan, yang memalsu kredit lewat sentra kredit menengah (SKM). Dengan cara itu, JKD meminta Bank BNI Gambir, Jakarta Pusat, mengucurkan kredit fiktif senilai Rp 4,5 miliar ke kantor cabang.

Selain AF dan JKD, polisi juga menahan tersangka NCH (39), warga Cijantung; UK (48), warga Pisangan Timur; dan SHP (40), warga Pondok Aren. Kepada AF, JKD membocorkan nomor test key yang menjadi kode pencairan kredit. Salah satu perusahaan fiktif yang bakal menerima kredit adalah PT Bogor Jaya Elektrindo (BJE) yang dibuat AF-JKD untuk menampung kucuran dana.

Tanggal 20 Desember 2010 test key dimasukkan dalam teleks SKM yang sudah dipalsukan. Teleks kemudian difaksimile ke Bank BNI Gambir. Teleks adalah sarana perintah bayar kepada kreditor yang ditunjuk SKM. Dalam teleks itu seolah-olah SKM memerintahkan BNI Gambir mencairkan dana Rp 4,5 miliar ke PT BJE.

Petugas Bank BNI Gambir ternyata cermat. Petugas mengonfirmasi teleks ke SKM, yang ternyata SKM tidak memerintahkan mencairkan uang ke PT BJE.

Aris menambahkan, sebelum mencairkan dana, petugas Bank BNI telah melakukan dua kali pemeriksaan. Pertama dengan tester, yaitu proses untuk mengecek silang validitas nomor teleks yang berlaku ketika menerima perintah teleks. Begitu valid, bagian administrasi membuka rekening kredit atas nama BJE.

Langkah terakhir, pembayar memindahbukukan rekening ke rekening perusahaan. ”Saat hendak dibayar, ternyata isi berita teleks tak sesuai. Saat dikonfirmasi keesokan harinya, ternyata berita teleks itu palsu,” ujar Aris.

Tiga lapis

Direktur Utama Bank Mandiri Tbk (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan, selama ini Mandiri memiliki tiga lapis pencegahan, yakni di setiap cabang, kontrol internal regional di setiap wilayah, dan direktorat audit internal di kantor pusat. Pencegahan semacam itu untuk menjaga kepercayaan nasabah.

Pada Februari lalu Polda Metro Jaya menangkap pembobol bilyet deposito senilai Rp 18,7 miliar di Bank Mandiri. Kasus yang terjadi pada April 2009 itu dilaporkan Bank Mandiri kepada polisi pada awal Februari 2011.

Salah satu tersangka pembobolan itu adalah karyawan customer service Bank Mandiri yang bertugas terhadap bilyet deposito tiga nasabah. Tanpa seizin ketiga nasabahnya, bilyet deposito itu dicairkan dan ditransfer ke rekening lain (Kompas, 24/2).

Sekretaris Perusahaan BNI Putu Bagus Kresna melalui siaran pers menjelaskan, sistem internal BNI mendeteksi transaksi mencurigakan senilai Rp 4,5 miliar pada 20 Desember 2010. Setelah diverifikasi, ternyata transaksi tersebut palsu.

Pada 23 Februari 2011 transaksi itu dilaporkan kepada Polda Metro Jaya. Selanjutnya, polisi menindaklanjuti dan salah satu tersangka yang ditangkap itu adalah Wakil Kepala Cabang BNI Margonda.

Hal yang sama dilakukan PT BRI Tbk (Persero). Menurut Sekretaris Perusahaan PT BRI Tbk Muhamad Ali, BRI menerapkan sistem pengawasan internal, salah satunya dengan mencetak semua transaksi pada keesokan paginya. Dari hasil cetak itu akan diketahui hal-hal atau transaksi yang tidak wajar.

”Prinsipnya kami berintegritas tinggi. Namun, apabila dedikasi tidak bagus, sebagus apa pun sistemnya, akan terjadi hal semacam itu juga,” kata Ali.

Kasus pembobolan terakhir kali menimpa BRI Cabang Panakkukang, Sulawesi Selatan, senilai Rp 30 miliar. Kasus itu dilaporkan BRI Panakkukang pada 24 Januari 2011.

Tigor M Siahaan, Country Business Manager Institutional Clients Group Citi Indonesia, bank yang juga dilanda pembobolan oleh karyawannya senilai Rp 17 miliar, mengatakan, nasabah perbankan diminta hati-hati dalam bertransaksi. Jangan pernah menandatangani formulir transfer atau cek kosong. Selain itu, selalu meneliti materi pernyataan bank karena berpotensi disalahgunakan orang lain.

(win/ana/ppg/eny/ben/idr/fer)

No comments: