Friday, April 1, 2011

Jangan Khianati Nasabah!

Perbankan adalah bisnis kepercayaan. Begitu pemeo di industri perbankan. Lalu, apa jadinya jika kepercayaan itu dilanggar dan dikhianati?

Berita pembobolan bank yang mencuat beberapa waktu terakhir sungguh membuat kita tak habis pikir. Kepercayaan, sebagai modal utama perbankan merangkul nasabah, terkesan disia-siakan oleh oknum staf bank itu sendiri.

Pelaku pembobolan bank memang tak melirik nasabah penyimpan dana yang biasa-biasa saja. Mereka mengincar nasabah kelas kakap yang dana simpanannya ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Mereka biasa disebut nasabah prioritas, kelas utama, atau private banking.

Setiap bank memiliki aturan tersendiri untuk golongan nasabah semacam ini. Misalnya, Bank X mensyaratkan nasabah memiliki simpanan minimal Rp 500 juta yang harus mengendap selama enam bulan. Bank akan menyeleksi nasabah tersebut. Jika lolos, beragam fasilitas akan diterima nasabah.

Layanan untuk nasabah semacam ini prima, mulai dari ruangan transaksi tersendiri, lounge eksekutif di bandara, hadiah khusus pada hari ulang tahun, hingga diundang hadir ke acara tertentu. Bahkan, menawarkan layanan untuk berinvestasi, di antaranya membeli reksa dana. Nasabah semacam ini juga dilayani oleh staf khusus dari bank itu.

Banyak nasabah private banking yang berstatus pengusaha sibuk. Akibatnya, dengan senang hati menerima bantuan dari customer service bank untuk melakukan berbagai transaksi perbankan. Nasabah percaya, staf bank yang selama ini menjadi tempat setianya menyimpan dana, tak akan berkhianat.

Data Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan, sampai dengan Februari 2011 terdapat 290.750 rekening dengan nominal Rp 500 juta-Rp 1 miliar. Untuk nominal Rp 1 miliar-Rp 2 miliar, terdapat 136.830 rekening, nominal Rp 2 miliar-Rp 5 miliar ada 69.730 rekening, dan nominal Rp 5 miliar atau lebih dimiliki 38.930 rekening.

Mengutip Ketua Himpunan Bank-bank Negara Gatot M Suwondo, sistem perbankan sudah cukup baik. Namun, sebaik-baiknya sistem, tetap akan tembus jika ada oknum yang memang berniat buruk. Bank yang kebobolan merasa kecolongan karena selama ini sudah menerapkan pengawasan internal.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad mengatakan, pengawasan bank selalu dilakukan. Khusus untuk kelas private banking, pengawasan dilakukan lebih ketat. Bahkan, BI akan meninjau kembali aturan yang berkaitan dengan private banking semacam ini.

Nah, untuk nasabah kelas prima, jangan beri 100 persen kepercayaan Anda. Jangan menandatangani blangko kosong, cek kosong, atau lalai mengecek pernyataan materi yang dikirim bank. Mengutip pesan pejabat sebuah bank di Indonesia, ”trust nobody!”. Jangan percaya siapa pun. (DEWI INDRIASTUTI)

No comments: