Tuesday, May 31, 2011

PROBLEMATIK DALAM MENGAPLIKASIKAN STANDAR PERILAKU AUDITOR INTERNAL

Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit Internal membantu operasi organisasi. Audit Internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance. Definisi yang dirumuskan Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal dalam Standar Profesi Auditor Internal (SPAI) ini sudah sangat maju dibandingkan dengan definisi terdahulu terdahulu yang hanya lebih menekankan faktor kepatuhan pada ketentuan dalam pelaksanaan tugas auditor internal.

Banyak tuntutan atau harapan dari masyarakat dan fihak-fihak yang dilayani agar auditor internal ini dapat mengemban tanggung-jawab ini secara efektif. Untuk itu maka sebagai landasan kerja telah disusun Definisi, Kode Etik dan Standar yang merupakan pedoman utama serta penting bagi pelaksanaan praktik audit yang profesional dan sifatnya wajib untuk dipatuhi. Definisi audit internal yang terdapat dalam penerbitan ini sepenuhnya mengikuti difinisi yang dikembangkan oleh The Institute of Internal Auditors Inc (IIA). Kode Etik dan Standar merupakan adaptasi dari the code of ethics dan the Standars IIA, yang disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan di Indonesia. Standar Profesi Audit Internal telah melalui serangkaian proses review oleh tim yang mewakili Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal.

Dalam tulisan ini penulis akan membahas standar perilaku auditor internal mengingat dalam pengalaman praktik masalah ini sangatlah menentukan bagi keberhasilan tugasnya.
Kode etik ini memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik audit internal. Para auditor internal wajib menjalankan tanggungjawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat dan kehormatan. Dalam menerapkan Kode Etik ini, auditor internal harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap standar perilaku yang ditetapkan dalam kode etik ini dapat mengakibatkan dicabutnya keanggotaan auditor internal dari organisasi profesinya.

Dalam standar tersebut disebutkan bahwa ada 10 butir yang harus dipatuhi para internal auditor yakni ;
1. Auditor harus menunjukkan kejujuran, objektivitas dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya, atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objective
5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya yang dapat atau patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.
6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit internal
8. Auditor internal harus bersikap hari-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperolehnya dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor Internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia untuk dapat mendapatkan keuntungan pribadi, secara melanggar hukum atau yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat mendistorsi laporan atas kegiatan yang di review atau menutupi adanya praktik yang melanggar hukum
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

Permasalahan
Sekarang marilah kita telaah permasalahan yang sering muncul dalam kegiatan internal audit tersebut berkaitan dengan standar tersebut.
Pertama. Konsorsium menyadari bahwa organisasi-organisasi profesi yang tergabung dalam konsorsium tidak memiliki mekanisme formal yang dapat digunakan untuk mewajibkan penerapan standar ini secara lebih luas. Oleh karenanya, konsorsium hanya bisa menghimbau agar lembaga otoritas yang terkait dapat memberikan persetujuan (endorsement) atau rujukan terhadap standar ini. Lembaga otoritas yang dapat mendorong penerapan standar ini, antara lain BPK , BI, Menkeu, Menteri BUMN, BPKP dan Bapepam. Yang sudah secara tegas lebih dahulu membuat standar untuk para internal audit hanyalah Bank Indonesia untuk perbankan dengan memberlakukan SPFAIB (Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank) sejak 1996, sedangkan instansi lain belum setegas Bank Indonesia.
Kedua. Banyak dikalangan para auditor internal yang kurang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan efektif dengan auditee-nya. Padahal pengetahuan yang dituntut dalam pelaksanaan tugas audit internal disamping pengetahuan tentang operasi perusahaan dan pengetahuan auditnya, adalah mutlak seorang auditor internal harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan auditeenya. Hubungan keduanya bukanlah seperti hubungan antara jaksa dan pesakitan, namun keduanya melakukan hubungan kerja biasa yang tujuannya sesuai Standar Audit Intern untuk menciptakan perusahaan sehat dan berkembang. Adapun terjadi perbedaan sudut pandang antara auditor dan auditee adalah wajar saja, akan tapi hakikatnya tujuannya adalah sama untuk kepentingan perusahaan.
Ketiga. Masih saja ada kecenderungan, orang-orang yang tidak disukai bisa dimasukan untuk ditempatkan ke Departemen Audit Internal . Ini bisa menyebabkan degradasi terhadap loyalitas, kejujuran, objektivitas dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dalam memenuhi tanggungjawab profesinya.
Keempat. Bisa terjadi Auditor Internal tidak loyal, menyampaikan juga informasi temuan audit kepada perusahaan pesaing, orang yang tidak berhak atau instansi lain baik disengaja atau tidak disengaja seperti karena obrolan lepas yang berlebihan. Misalnya, perusahaan yang bersangkutan adalah perbankan. Justru Sang Internal Auditor ikut dalam kegiatan kelompok masyarakat yang sangat kritis mengomentari buruknya pelayanan bank yang bersangkutan dengan juga memanfaatkan data dari kegiatan auditnya.
Kelima. Dalam penempatan atau mutasi pejabat, biasa terjadi mutasi dari pejabat operasional dipindahkan menjadi Auditor Intern. Hal tersebut memungkinkan sang Auditor Internal yang bersangkutan memeriksa tempat dia bekerja semula. Hal ini bisa mengakibatkan tidak obyektifnya pelaksanaan audit tersebut.
Keenam. Penugasan Auditor Intern bisa terjadi auditeenya adalah pejabat yang mempunyai hubungan darah dengannya. Hal ini juga bisa menimbulkan conflict of interest dalam pelaksanaan tugas auditor tersebut.
Ketujuh Ada kebiasaan untuk memberi oleh-oleh kepada tamu yang datang, juga terhadap para auditor internal yang melakukan tugasnya. Masalah seperti ini sudah merupakan suatu kebiasaan di masyarakat kita dalam menghormati tamunya, namun dalam kegiatan audit internal maka masalah menjadi lain, karena bisa mengganggu obyektifitas pekerjaan, bahkan melanggar undang-undang tentang korupsi.
Kedelapan. Auditor intern melakukan tugas yang seharusnya bukan tugasnya, seperti pembuatan buku pedoman, membukukan transaksi, melakukan koreksi pembukuan, memecat pegawai dsb.
Adanya tugas seperti ini mungkin terjadi karena ketidakpahaman. Misalnya dalam mengemukakan pendapat dalam suatu meeting mengenai penyusunan sisdur atau pedoman kerja, bisa saja sang auditor nampak begitu piawai karena dia banyak melihat perbandingan pelaksanaan kerja para auditeenya. Pada akhirnya dia dianggap paling tahu dan dimintalah supaya auditor menjadi penyusun buku pedoman.
Dalam hal membukukan transaksi atau selisih pembukuan mungkin terjadi hal yang demikian pula. Pada saat dilakukan audit, sang auditor internal sudah menemukan berbagai kesalahan pembukuan yang ujung-ujungnya harus dikoreksi. Karena ingin cepat dan praktis, maka koreksinya dilakukan sendiri oleh sang auditor.
Demikian juga dalam soal pemecatan atau sanksi terhadap karyawan. Audit investigasi yang dilakukan auditor internal, dalam laporan akhirnya bisa terjadi dengan memasukan usulan sanksi kepada direksi terhadap pihak yang tertuduh. Bisa juga terjadi sang direksi menyetujui usul auditor internal ini. Mekanisme seperti ini sangat berbahaya. Karena dikhawatirkan usulan sanksi auditor belum membahas semua aspek, seperti aspek hukum ketenagakerjaan, hukum pidana dsb. Karenanya hal yang paling bijak usulan sanksi dibuat dan diusulkan kepada direksi oleh satu team/komite dengan berbagai bidang disiplin setelah mempelajari laporan audit investigasi dari auditor intern.
Kesembilan. Penempatan Organisasi Audit Intern ada yang masih belum menjamin independensi kegiatannya. Seperti diketahui, makin tinggi peletakan organisasi audit internal tersebut maka akan makin independen.
Kesepuluh. Beberapa unit kerja ,terutama di Kantor Pusat, tidak diaudit dengan berbagai alasan; sungkan, karena merasa sang auditor internal merasa selevel atau mungkin lebih rendah dengan pejabat pada unit kerja auditee ybs, atau Sang Auditor sebenarnya merasa belum mampu memeriksa unit kerja tsb.
Kesebelas. Bisa terjadi hal seperti issue dan rumors atas suatu kasus di suatu kantor yang menjadi “rahasia umum” justru sumbernya dari para auditor intern, karena merekalah yang sebenarnya banyak tahu tentang berbagai hal di perusahaan.
Keduabelas. Laporan audit sengaja dibuat tidak lengkap karena ada tujuan tertentu, atau dalam membuat ringkasan eksekutif tidak mencakup inti persoalannya, karena ketidak mampuan pelapor atau kesengajaan.
Ketigabelas. Auditor Internal kurang mengikuti pendidikan berkelanjutan karena berbagai alasan misalnya; Sibuk, banyak yg harus diperiksa, jadwal audit terlalu padat, uang perjalanan dinas dalam melakukan audit lebih menarik dari pada pelaksanan tugas audit, budget untuk pelatihan auditor terbatas atau memang auditor segan mengikuti training. Padahal keahlian yang tinggi dari kegiatan audit internal ini sangat dituntut. Auditor internal harus memiliki pengetahuan , keterampilan dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penugasannya.
Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi kecurangan.
Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.

Penutup
Berbagai permasalahan yang muncul dalam kegiatan internal audit tersebut berkaitan dengan standar tersebut merupakan hal yang harus diatasi oleh semua pihak didalam perusahaan bila kita ingin membangun Auditor Internal yang tangguh serta mendorong pula lahirnya perusahaan Indonesia yang disegani dimasa depan dengan melaksanakan good corporate governance yang baik.

Disampaikan oleh ; Tjukria P. Tawaf, Pada Workshop "Masalah-Masalah Hukum Yang Harus Dipahami Oleh Internal Auditor" di Hotel Millenium Jakarta pada tanggal 3 Mei 2007.

Tjukria P. Tawaf. Managing Director Prima Consulting Group. Fokus pada studi dan pengembangan Audit Internal , Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal

Sunday, May 29, 2011

ATURAN WEALTH MANAGEMENT Ke depannya, wealth management lebih banyak tatap muka Share

Minggu, 29 Mei 2011 | 19:30 oleh Wahyu Satriani
ATURAN WEALTH MANAGEMENT
Ke depannya, wealth management lebih banyak tatap muka
Share
dibaca sebanyak 1746 kali
0 Komentar
Ke depannya, wealth management lebih banyak tatap muka

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menertibkan bank yang memberikan layanan untuk nasabah tajir. Awal Juni 2011, BI menargetkan
meluncurkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai wealth management.

Aturan baru tersebut terkait erat dengan perlindungan konsumen. Pasalnya, produk-produk yang ditawarkan kepada nasabah
prioritas sangat beragam sehingga perlu dipahami nasabah.

Kepala Biro Humas Difi Ahmad Johansyah mengatakan, aturan tersebut akan mengubah konsep layanan wealth management yang selama ini berlaku di industri perbankan. "Jika sebelumnya layanan wealth management menyerupai supermarket, kedepan layanan ini akan diatur seperti butik," katanya, Jumat (27/5).

Ini artinya, Bank Indonesia akan menjamin produk-produk yang dijual oleh bank dalam layanan Wealth Management menjadi lebih terjamin dan meminimalkan risiko bagi nasabah. Untuk itu, BI menetapkan sejumlah persyaratan kepada bank apabila hendak menjadi agen penjual produk-produk di luar industri perbankan.

Diantaranya, BI meminta bank harus memberikan edukasi serta risiko produk yang dijualnya kepada nasabah. BI juga menginginkan perbaikan sistem dan prosedur di layanan wealth management. "Jadi lebih memperbanyak sistem tatap muka untuk menghindari blanko kosong dan agar karyawan bank tidak bisa main-main," tutur Difi.

Kebijakan tersebut juga akan mengatur sertifikasi khusus bagi bank dan pegawai bank yang menjualnya. BI menilai asosiasi-asosiasi Wealth Management dan financial planning cukup aktif memberikan sertifikasi. "Kami ingin orang-orang yang menangani wealth management itu punya sertifikasi dan tidak sembarangan," katanya.

Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad mengatakan bank sentral juga akan meminta masukan kepada industri wealth management untuk memperkaya aturan tersebut. "Kami perlu waktu karena kita akan minta masukan dari industri untuk PBI wealth management. Sekarang masih diproses karena banyak yang perlu diatur," tuturnya.


http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/1306672231/68805/Ke-depannya-wealth-management-lebih-banyak-tatap-muka

Wednesday, May 25, 2011

BI Janji Tidak Akan Ada Pembobolan Lagi di Bank

Rabu, 25/05/2011 11:06 WIB

Herdaru Purnomo - detikFinance


Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) berjanji tidak akan terjadi lagi fraud (pembobolan) di industri perbankan dalam negeri. Bank sentral memastikan kejadian pembobolan di beberapa bank belakangan telah menjadi pelajaran berharga bagi segenap industri perbankan.

"Ini menjadi titik yang kita hindari, kita yakinkan indonesia aman, memang terjadi satu atau dua kali, BI sudah janji ini tidak akan terjadi lagi," ujar Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso dalam Seminar bertajuk Banking Leadership and Bank Fraud in Asia di Grand Indonesia Kempinski, Sudirman, Jakarta, Rabu (25/5/2011).

Dijelaskan Wimboh, memang fraud ini sebenarnya tidak bisa dihilangkan di dunia manapun, tetapi hanya bisa di minimalisir. Tetapi, sambungnya, BI berupaya menjaga seluruh industri perbankan dalam negeri.

"Fraud ini selama dunia ini masih ada, ini juga akan tetap ada. Fraud itu bagian risiko operasional, kita minta dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) bahwa manajemen, direksi bertanggung jawab penuh risiko di bank," katanya.

Menurut Wimboh, BI sempat melihat berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia akibat kasus yang belakangan terjadi.

"Nasabah unsurnya hanya percaya, sehingga opini publik sangat penting. Karena satu kasus persepsi masyarakat bisa terpengaruh," jelasnya

Lebih jauh Wimboh mengatakan, BI menjamin bahwa bank di Indonesia masih amat sangat aman dari fraud yang terjadi.

"Bank indonesia terus berupaya meyakinkan, perbankan Indonesia dikelola dengan baik, fraud memang ada, tapi tidak akan mengganggu secara keseluruhan," tukasnya.

Bank Mega Bobol 2 Kali, Dirut Harus Ikut 'Ujian' Ulang di BI

abu, 25/05/2011 12:30 WIB

Herdaru Purnomo - detikFinance


Jakarta - Bank Indonesia (BI) mewajikan para pejabat dan petinggi Bank Mega menjalani fit and proper test ulang menyusul terjadinya 2 kasus pembobolan secara berturut-turut. Direktur Utama Bank Mega, Johanes Bambang Kendarto termasuk salah satu yang akan menjalani ujian ulang di BI.

"Ya (Dirut Bank Mega) salah satunya," ujar Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso dalam Seminar bertajuk Banking Leadership and Bank Fraud in Asia di Grand Indonesia Kempinski, Sudirman, Jakarta, Rabu (25/5/2011).

Wimboh menyampaikan, sanksi yang diberikan berupa fit and proper test kepada Bank Mega dan Citibank sebelumnya diharapkan akan menjadi pelajaran bagi bank lain.

"Harapan kita begitu. Ini merupakan juga supaya menjadi pelajaran dari bank-bank lain. Jadi silakan bank lain dievaluasi, jangan sampai ada yang terjadi seperti yang terjadi kasus-kasus di bank lain," katanya.

Terkait sanksi yang mewajibkan Bank Mega membuka escrow account untuk pembayaran ganti rugi kepada Pemkab Batubara dan Elnusa setela masalah huum selesai, Wimboh menjelaskan skema pencairannya harus melalui persetujuan BI. Escrow Account tersebut, sambung Wimboh merupakan pencadangan dari aset Bank Mega untuk mengganti dana nasabahnya.

"Tentunya itu nanti harus persetujuan BI. Artinya ada aset yang diblok sekian. Bukan pencadangan, pencadangan beda Ini diambil dari aset, ya aset ini jangan diapa-apain untuk mengganti dana nasabah," katanya.

"Kalau masalah selesai, semua sepakat pengadilan selesai. Itu tergantung nanti bagaimana kesepakatan, kalau terjadi kesepakatan baru bisa dicairkan," imbuh Wimboh.

Selain sanksi berupa kewajiban uji ulang kepada para pejabat Bank Mega, Kemarin BI sanksi ke bank milik Chairul Tanjung tersebut. Sanksi itu adalah:

Menghentikan penambahan nasabah Deposit on Call (DoC) baru dan perpanjangan DoC lama, termasuk untuk produk sejenis seperti Negotiable Certificate of Deposit (NCD), selama 1 tahun.
Menghentikan pembukaan jaringan kantor baru selama 1 tahun.


Seperti diketahui, beberapa pekan lalu, Bank Mega sempat menjadi pembicaraan hangat menyusul raibnya dana Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Manajemen Elnusa mengungkapkan ada pencairan deposito berjangka miliknya di Bank Mega tanpa sepengetahuan manajemen Elnusa. Kepolisian mengatakan, dana tersebut dibobol dengan sepengetahuan Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan yang kini sudah dipecat.

Kasus lain adalah hilangnya dana Pemkab Batubara sebesar Rp 80 miliar di Bank Mega. Kasus tersebut juga diduga melibatkan pimpinan kantor cabang Bank Mega, Itman Harry Basuki.

(dru/qom)

Bank RI Bakal Dapat Rating Berdasarkan Risiko Fraud

Rabu, 25/05/2011 11:46 WIB

Herdaru Purnomo - detikFinance


Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Organisasi yang bernaung meminimalkan risiko fraud (pembobolan) di Kawasan Asia, Asia Anti Fraud (AAF) akan membuat rating khusus tingkat fraud di industri perbankan Indonesia. Hal ini dilakukan terkait maraknya kasus pembobolan di industri perbankan belakangan ini.

Founder and Chairman AAF Kusuma Chandra mengungkapkan fraud rating tersebut akan mengukur seberapa besar tingkat potensi fraud di tiap-tiap bank.

"Hal ini akan memudahkan masyarakat dalam memilih bank yang benar-benar kredibel. Kita akan menerapkan fraud rating di perbankan Indonesia," ujar Kusuma dalam Seminar bertajuk Banking Leadership and Bank Fraud in Asia di Grand Indonesia Kempinski, Sudirman, Jakarta, Rabu (25/5/2011).

Dikatakan Kusuma, fraud rating ini juga akan mengukur tingkat kepercayaan nasabah terhadap suatu bank. AAF, sambung Kusuma, juga akan menerapkan pelatihan khusus kepada industri perbankan guna mengantisipasi terjadinya fraud.

"Pelatihan ini sudah akan kita mulai bulan Agustus 2011 ini," jelasnya.

Salah satu yang akan diterapkan di industri perbankan guna meminimalisir fraud, Kusuma menyarankan teknologi berupa computer security forensic.

"Kita mengajak pakar dan perbankan untuk membicarakan IT security ini. Kita akan membuka membership kepada perbankan untuk bisa berdiskusi mengenai hal ini, agar tidak ada yang slelau dirugikan," terangnya.

Di tempat yang sama, Bankir Senior Aswin Wirjadi mengungkapkan banyaknya fraud yang terjadi di perbankan adalah kebanyakan dari pegawai yang 'dianakemaskan'.

Pegawai ini, sambungnya justru bekerja sangat rajin dan tidak pernah ambil cuti.

"Cuti wajib hukumnya, nah pegawai yang rajin dan kadang merupakan anak mas yang tidak pernah cuti justru perlu diwaspadai," kata Mantan Wadirut BCA ini.

Aswin mengatakan fraud di perbankan ini memang tidak akan bisa dihilangkan, tapi bisa di minimalisir.

Dijelaskan Aswin, untuk meminimalisir fraud ini bank harus ikut serta dalam memberikan didikan dan edukasi kepada nasabah.

"Selain itu, untuk mencegah fraud ini rotasi adalah suatu hal yang wajib di perbankan. Rotasi pemimpin cabang juga perlu, jika kepala cabang sudah 4 sampai 6 tahun tidak dirotasi ini sudah tanda tanda," Katanya

Aswin juga mengatakan meminimalisir fraud dilakukan juga bisa dengan mempercanggih IT.

(dru/dnl)

BI: Batasan Produk Bank dan Non-Bank Semakin Kabur

Rabu, 25/05/2011 15:32 WIB

Herdaru Purnomo - detikFinance


Foto: Angga/detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengakui tantangan pengawasan bank semakin berat. Bank sentral menilai batasan antara produk bank dan non bank seringkali menjadi 'kabur'.

"Sejalan dengan perkembangan ekonomi Indonesia pasca krisis, permintaan akan pelayanan dan jasa perbankan meningkat. Kondisi ini mendorong berkembangnya produk dan jasa layanan perbankan yang semakin canggih dan variatif," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D Hadad dalam rapat bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2011).

Diutarakan Muliaman, integrasi ekonomi dan sektor keuangan secara global, serta kemajuan teknologi dan komunikasi semakin mendorong munculnya inovasi produk dan layanan di sektor keuangan. "Akibatnya dewasa ini batasan antara produk bank atau non bank seringkali menjadi kabur," katanya.

Berbagai inovasi tersebut, lanjut Muliaman jika tidak diimbangi dengan kesiapan bank dalam pengendalian risiko dan pengendalian internal akan meningkatkan risiko bagi bank maupun nasabah. Bagi bank, sambung Muliaman, akan memunculkan berbagai risiko operasional, risiko reputasi dan risiko hukum. "Sementara bagi nasabah akan menimbulkan kerugian finansial," jelasnya.

Oleh karena itu, Muliaman mengatakan penguatan berbagai aspek baik dari sisi internal bank termasuk penerapan prinsip know your employee, penerapan prinsip know your costumer, maupun perlindungan nasabah menjadi semakin penting belakangan ini.

"Penguatan dimaksud termasuk koordinasi pengawasan dan harmonisasi ketentuan antar otoritas lembaga keuangan baik di dalam negeri maupun otoritas di luar negeri," katanya.

BI: Bank Tak Siap Antisipasi Money Laundering di Private Banking

Rabu, 25/05/2011 15:40 WIB

Herdaru Purnomo - detikFinance


Jakarta - Bank Indonesia (BI) akhirnya mengungkapkan hasil pemeriksaan layanan private banking pada 23 bank. BI menemukan beberapa inovasi produk dan layanan tersebut tidak dimbangi dengan kesiapan bank dalam memitigasi risiko-risiko operasional yang terjadi termasuk kemungkinan tindak pidana pencucian uang.

Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad dalam rapat dengan DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2011).

"Sejalan dengan tingginya inovasi produk dan layanan perbankan nasional dewasa ini, Bank Indonesia secara antisipatif melakukan pemeriksaan khusus terhadap 23 bank yang memiliki layanan khusus kepada nasabah prima," ujar Muliaman.

Menurutnya, pemeriksaan dilakukan dengan merujuk pada pelaksanaan 4 pilar manajemen risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan BI, yakni pertama, pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi. Kedua, kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit. Ketiga, sistem kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian dan sistem informasi manajemen risiko. Keempat, kecukupan pengendalian intern yang menyeluruh.

"Dari hasil pemeriksaan aktivitas layanan khusus kepada nasabah prima pada 23 bank tersebut, kami menemukan bahwa beberapa inovasi produk dan layanan yang dilakukan tidak dimbangi dengan kesiapan bank dalam memitigasi risiko-risiko operasional yang terjadi termasuk kemungkinan tindak pidana pencucian uang," paparnya.

Berikut kelemahan-kelemahan yang ditemukan BI terhadap layanan tersebut :
Kelemahan top manajemen dalam melaksanakan peninjauan (review) berkala dan pengawasan terhadap kebijakan, konsistensi pelaksanaan SOP dan pengendalian internal bank.

Kelemahan dalam implementasi kebijakan, sistem dan prosedur, serta kebijakan SDM, seperti lemahnya penerapan prinsip Know Your Employee.
Kelemahan sistem manajemen informasi yang belum mengintegrasikan produk simpanan (Dana Pihak Ketiga) dengan portofolio nasabahnya.
Kelemahan dalam pengendalian internal seperti tidak adanya pelaksanaan surprise audit dan kelemahan dalam proses bisnis, misalnya Relationship Manager yang dapat memodifikasi data pribadi nasabah, dan tidak diketahuinya penarikan dana nasabah oleh orang lain tanpa surat kuasa.


"Atas berbagai temuan tersebut dan dalam rangka menjaga kepentingan masyarakat dan melindungi dana nasabah, Bank Indonesia menghentikan sementara layanan khusus kepada nasabah prima pada 23 bank tersebut selama satu bulan terhitung sejak tanggal 2 Mei 2011," kata Muliaman.

Penghentian sementara tersebut, sambungnya, dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada bank untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan terutama pada area dengan risiko melekat yang tinggi.

Saturday, May 21, 2011

Misteri Penerima Dana Pembobolan Bank Mega

Erlangga Djumena | Jumat, 13 Mei 2011 | 11:13 WIB
Dibaca: 13155
Komentar: 11
Share:
Situs Bank Mega Ilustrasi
1

TERKAIT:

* BI Perlu Melarang "Cash Back"
* ELSA Kirimkan Peringatan Terakhir ke MEGA
* Etika Pegawai Bank Harus Ditingkatkan
* BI Tangani Pembobolan Bank
* Bank Mega Korban Sindikat?
* GramediaShop: Jalan Baru Untuk Tambang
* GramediaShop: Business Plan

JAKARTA, KOMPAS.com — Kesan ecek-ecek terpancar kuat dari PT Pacific Fortune Management dan PT Noble Mandiri Investment. Dua perusahaan itu disebut-sebut sebagai muara dana Rp 80 miliar milik Pemerintah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang mengalir jauh dari Bank Mega Jababeka.
Muncul dua nama baru yang juga sangat terkesan parodi, yaitu Reyza Paloh sebagai komisaris dan Andie Bakrie sebagai direktur.

Ketika KONTAN menyambangi kantor perusahaan tersebut di One Pacific Building, Sudirman Central Business District (SCBD), kantor Pacific sudah tutup. Staf pengelola di gedung ini menyatakan, Pacific tutup sejak Mei ini.

Sumber KONTAN yang lain bercerita, kegiatan operasional di kantor Pacific tampak sejak awal April. Namun, dua minggu kemudian, kantor itu menjadi lengang. Dari data sumber KONTAN, Pacific baru berdiri 2 Februari 2011.

Pacific mengundang curiga karena keberadaan Rahman Hakim. Sumber KONTAN yang mahfum dengan jati diri Pacific menyebut Rahman adalah komisaris utama yang memiliki 50 persen saham Pacific.

Rahman juga tercatat di daftar buronan kepolisian sebagai Direktur PT Discovery Indonesia. Perusahaan yang terakhir ini merupakan penampung dana PT Elnusa Tbk senilai Rp 100 miliar yang juga dari Bank Mega Jababeka.

Tidak ada pengawas

Adapun Noble baru berdiri 5 Januari 2010. Kegiatan perusahaan ini sepintas tak terlihat aneh. Kantornya yang berlokasi di Menara Palma Kuningan lantai 6 hingga kini masih beroperasi.

Saat KONTAN datang ke sana, tampak kegiatan layaknya kebanyakan kantor. Resepsionis di kantor Noble menyatakan semua petingginya sedang di luar kota. "Kami tak ada kaitan dengan dana Pemkab Batubara," ucap pegawai Noble yang menolak disebutkan namanya.

Jati diri Noble baru aneh jika kita menyimak nama-nama pemilik saham di dokumen perusahaan itu. Semuanya bak pelesetan nama-nama orang terkenal. Simak saja, ada nama Rais Kalla dan Zainuddin, yang masing-masing menjabat sebagai direktur dan komisaris. Rais juga pemilik saham mayoritas.

Pada 10 Januari 2011 terjadi perubahan susunan pemegang saham, Rais Kalla mengisi kursi direktur utama. Muncul dua nama baru yang juga sangat terkesan parodi, yaitu Reyza Paloh sebagai komisaris dan Andie Bakrie sebagai direktur.

Regulator pasar keuangan juga mengaku tidak tahu-menahu soal Pacific serta Noble. Pacific yang mengaku bergerak di bisnis perdagangan berjangka tak tercatat namanya di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Bappebti hanya mengagendakan pemeriksaan atas empat pialang berjangka yang diduga menerima dana pembobolan Elnusa, yaitu PEF, HB, MNX, dan CIF. "Minggu depan kami panggil direksi keempat perusahaan," ujar Syahrul R Sempurnajaya, Kepala Bappebti. Sejatinya, ada satu pialang lagi yang juga menikmati uang Elnusa, yaitu BC. Hanya, Bappebti tak tahu-menahu direksi perusahaan itu dengan alasan perusahaan itu tidak terdaftar.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan juga mengaku tak mengenal Noble. Padahal, dalam website-nya, Noble menawarkan produk investasi mirip kontrak pengelolaan dana bernama Trust Deposit Mandiri dan Mandiri Trust Equity Mandiri. (Ruisa Khoiriyah, Sandy Baskoro, Mahmudi Restyanto/Kontan)

Inilah 9 Kasus Kejahatan Perbankan

Erlangga Djumena | Selasa, 3 Mei 2011 | 09:44 WIB
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/03/09441743/Inilah.9.Kasus.Kejahatan.Perbankan

JAKARTA, KOMPAS.com — Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah terjadi sembilan kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan.

Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan, modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal control bank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. "Internal control menjadi masalah utama perbankan. Bank Indonesia harus mengatur standard operating procedure (SOP)," kata Jos Luhukay, Senin (2/5/2011).

Berikut adalah sembilan kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri:

1. Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS.

2. Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia (BII) pada 31 Januari 2011. Melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp 3,6 miliar.

3. Pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Melibatkan lima tersangka, salah satunya customer service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar.

4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja.

5. Pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera, Bekasi, Jawa Barat. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak ada dana. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan seorang pelaku dari luar bank.

6. Pada 9 Maret terjadi pada Bank Danamon. Modusnya head teller Bank Danamon Cabang Menara Bank Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan 110.000 dollar AS.

7. Penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi. Kerugian bank Rp 2,5 miliar.

8. Pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah.

9. Konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. (Nina Dwiantika/Kontan)

Baca juga: Danamon: Bukan dari Rekening Nasabah


Sumber :
KONTAN
Share399
Ada 14 Komentar Untuk Artikel Ini.

Lestari Agusalim
Kamis, 5 Mei 2011 | 19:28 WIB
kalau begini enakan nyimpan duit di bawah kasur ya? hehehe.... lebih amannya tidak usah menyimpan duit melainkan membeli aset saja hehehe. Duit oh Duit hehehehe

lintang suwarno
Rabu, 4 Mei 2011 | 12:13 WIB
Sebenarnya kejahatan perbankan sudah berlangsung lama hanya saja akhir2 ini banyak di bicarakan, menurut saya masalah utamanya ada di SDM-nya hampir semua kejahatan melibatkan orang dalam yang ngerti SOP, bahkan perampokan saja melibatkan orang dalam juga (persekongkolan)jadi integritas para bankir/pegawai bank perlu dipertanyakan...yang seharusnya melindungi nasabah.

dida erick
Selasa, 3 Mei 2011 | 16:48 WIB
itu semua berawal dari ketidak becusan pemerintah menindak para koruptor,,

muhammad mufti kamal
Senin, 9 Mei 2011 | 09:34 WIB
kalau kasus century itu bagaimana ? hah ? ?

Deepinthebarrel
Selasa, 3 Mei 2011 | 11:14 WIB
menurut saya kita tidak bisa menyalahkan lembaga tersebut juga.oknum kan bisa mencari celah di dalam policy yang dibuat BI.pengawasan internal yah saya no comment.spt rumah saja,sudah dijaga dengan satpam dll,tetap kemalingan.disini menurut saya bukan satpamnya yg salah 100%.jadi gunanya kasus memperbaiki policy.

Sunday, May 1, 2011

Simpul Terhubung di Lapangan Banteng

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/04/25/LU/mbm.20110425.LU136540.id.html *
25 April 2011


Ajakan makan siang pada pertengahan Maret 2010 tak ditampik Muhammad Husairi Kurnia. Pegawai Bagian Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Pajak Jakarta Timur ini segera meluncur ke Kementerian Keuangan, menemui Benny Maurits Limbong, Sekretaris Inspektur Jenderal. Mereka berjanji bersantap di Restoran Ny. Filly, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. "Kami sering makan bersama. Kurnia seperti anak saya sendiri," kata Benny kepada Tempo pekan lalu.

Sebelum tiba di tujuan, Kurnia menelepon Eva Junita, Kepala Seksi Tata Usaha Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Pajak. Ia mengajak perempuan itu bergabung. Punya masalah dengan atasannya yang menuding ia lalai karena sejumlah surat penting tak diproses hingga setahun, Eva mengiyakan ajakan Kurnia. Ia berpikir Benny Limbong mungkin bisa membantunya.

Di Restoran Ny. Filly, Kurnia dan Benny memesan ikan bakar, menu utama restoran tua yang menjual makanan khas Manado itu. Keduanya duduk di kursi bagian dalam. Sekitar pukul 14.00, ketika nasi di piring nyaris tak bersisa, Eva muncul. Dia tidak datang sendiri. Seorang pria menemaninya. Dialah Gayus Halomoan Tambunan, yang beberapa waktu setelah makan siang itu menjadi sangat populer.

"Waktu itu dia belum setenar sekarang. Tidak ada yang kenal siapa dia," kata Benny Limbong mengenang pertemuan itu. Tanpa canggung, Gayus-ketika itu pegawai Direktorat Pajak golongan IIIa yang bertugas di Bagian Penelaah Keberatan pada Seksi Banding dan Gugatan-bergabung dan ikut makan siang bersama.

Kurnia ingat pertemuan mereka hampir satu jam. Percakapan berlangsung hangat. "Gayus sangat percaya diri," kata Kurnia mengingat pertemuan itu. Gaya bertutur Gayus tegas dan tak menyimpan keraguan. Dia pun sigap tatkala usai makan. Kurnia, yang hendak membayar, didahului Gayus ke meja kasir. "Makan untuk empat orang habis sekitar Rp 200 ribu," ujar Kurnia.

Obrolan mereka berempat tak berkisar jauh dari persoalan Eva. Belakangan, Gayus nimbrung. Dia bercerita baru saja divonis bebas dari Pengadilan Negeri Tangerang. Didakwa perkara tran-saksi keuangan yang mencurigakan berkaitan dengan Rp 400 juta di rekeningnya, ia dinyatakan bebas. "Dia bilang, apa ada kemungkinan Inspektorat Jenderal memeriksanya dan apa yang mesti dia lakukan," kata Benny. "Saya menyarankan dia mengikuti saja aturannya."

Tak disangka-sangka, sepekan setelah makan siang itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Susno Duadji meledakkan kasus Gayus di media massa. Gayus disebut-sebut menyuap polisi, jaksa, dan hakim untuk lolos dari jerat hukum di Pengadilan Negeri Tangerang itu. Kekayaannya pun ternyata bejibun: rekening banknya berisi duit Rp 28 miliar dan simpanan di safety box ada Rp 84 miliar. Semua heboh. Gayus pun raib.

"Waktu televisi ramai memberitakan kasus Gayus, saya bilang ke kawan-kawan: saya tahu orang itu, dia pernah makan siang dengan saya," kata Benny Limbong sambil tertawa. Pengakuan Benny itu menarik perhatian auditor internal Kementerian Keuangan.

l l l

Mei 2007, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Permana Agung menggelar pernikahan putrinya di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan. Benny Limbong didaulat menjadi ketua panitia resepsi. Malam itu, ribuan tamu mengalir tak putus-putus. Total 12 kotak penampung angpau penuh. Ada pula satu kardus besar penuh hadiah dari mereka yang hadir.

Hampir semua pegawai Inspektorat Jenderal hari itu juga menjadi anggota panitia perhelatan. Di antara puluhan anggota panitia, ada seorang pegawai Direktorat Pajak. Dialah Maruli Pandapotan Manurung, atasan Gayus Tambunan. "Bisa saja dia menjadi anggota panitia acara itu. Saya tidak kenal semua satu per satu," kata Permana Agung ketika dimintai konfirmasi soal ini dua pekan lalu.

Benny bersikeras Maruli bukanlah salah satu anggota panitia. Dia mengaku hanya pernah bertemu satu kali dengan pria itu pada akhir Maret 2010. "Waktu itu ada pertemuan Komisi Pengawas Perpajakan di Kantor Pajak Madya, Jalan Ridwan Rais," katanya. Seseorang memperkenalkan Maruli kepada Benny. "Itu pertemuan pertama dan terakhir saya dengan Maruli," ujarnya.

Dua kejadian itulah-makan siang di Restoran Ny. Filly dan resepsi pernikahan putri Permana Agung-yang kini disebut-sebut dalam pemeriksaan internal Inspektorat Bidang Investigasi sebagai simpul penghubung antara jejaring Gayus-Maruli dan tiga pejabat Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan: Sutardi-Benny Limbong-Permana Agung.

Dua simpul itu jadi penting karena-di hadapan polisi-Gayus menyebut Maruli Manurung berperan membagikan suap US$ 1,5 juta dari Bumi Resources untuk orang-orang Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

l l l

Nama Permana Agung muncul bukan semata-mata karena dialah pucuk pimpinan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan ketika kasus ini terjadi. Namanya muncul juga karena "nyanyian" Gayus Tambunan ketika diperiksa tim Inspektorat. Dia terang-terangan menyebut nama Permana-dan Sutardi-sebagai bagian dari jejaringnya.

Setelah Sutardi dan Benny Limbong dijatuhi sanksi pertengahan tahun lalu, ada yang menduga sasaran berikutnya adalah Permana Agung. Pasalnya, dua pejabat itu orang yang diangkat sendiri oleh Permana ketika dia naik menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, pada 2007. "Saya yang memilih mereka," kata bekas Direktur Jenderal Bea-Cukai itu.

Benny sebelumnya adalah pejabat di Direktorat Anggaran, sementara Sutardi pegawai Bea-Cukai. Selain memilih dua orang ini, Permana mengangkat Eddy Setyo, inspektur di Direktorat Bea-Cukai. Menurut Permana, ketiga orang ini dia butuhkan untuk memperkuat kinerja Inspektorat Jenderal.

"Saya mengikuti rekam jejak mereka," ujar Permana. "Mereka orang yang punya prinsip dan berani mempertaruhkan jabatan," katanya lagi. Di masa Permana Agung menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, semua orang tahu ketiga pejabat itu adalah "orang-orang" dia.

Benny mengajukan pembelaan. Dia mengatakan, setelah makan siang dengan Gayus di Restoran Ny. Filly, ia segera melaporkannya ke seorang inspektur di Kementerian Keuangan. "Waktu itu saya minta Gayus secepatnya diperiksa," kata Benny. Sayangnya, permintaan itu tidak direspons. Alasannya, tidak ada informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. "Padahal saya melapor sampai dua kali," ujarnya.

Soal Maruli, Benny juga angkat tangan. Menurut dia, Maruli sering membawa-bawa namanya dalam pelbagai urusan. "Dia selalu merasa kenal saya, padahal saya sama sekali tidak tahu siapa dia," kata Benny.

Lika-liku Surat Sakti

2006

18 April
Direktorat Jenderal Pajak memeriksa pajak penghasilan badan Kaltim Prima Coal untuk tahun pajak 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2005.

2007

12 April
Terbit surat pemberitahuan hasil pemeriksaan dari Ditjen Pajak. Kaltim Prima Coal menyetujui sebagian hasilnya.

30 Mei
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan I Direktorat Jenderal Pajak Pusat mengirim nota perhitungan-menggunakan satuan dolar Amerika Serikat-kepada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu, Gambir. Alasannya: laporan keuangan KPC dibuat dalam dolar.

7 Juni, 3 Juli, dan 30 November
Dalam tiga surat terpisah, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Gambir meminta penegasan soal penggunaan satuan mata uang dolar ini ke Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Pusat.

2008

12 Mei
Bumi Resources mengirim surat pengaduan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, meminta bantuan soal macetnya proses pemeriksaan Kaltim Prima Coal. Dalam suratnya, Denny Adrianz, Vice President Bumi, terang-terangan meminta Irjen membantu proses terbitnya surat ketetapan pajak Kaltim Prima.

4 Juni
Inspektur Sutardi menerima surat pengaduan PT Bumi Resources di ruang kerjanya. Dia mengaku surat itu diantar seorang pengusaha bernama Subandi Hartanto.

16 Juni
Sutardi bertemu dengan Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Djalintar Sidjabat. Sutardi menanyakan kasus keterlambatan surat ketetapan pajak Kaltim Prima Coal. Djalintar menjelaskan, proses penetapan nota penghitungan pajak hanya butuh waktu dua hari. Pertemuan ini tidak dilaporkan kepada atasan Sutardi.

27 Juni
Sutardi mengirim dua nota dinas ke Permana Agung. Nota pertama meneruskan pengaduan Kaltim Prima Coal. Sedangkan nota kedua berisi konsep surat tanggapan Inspektur Jenderal untuk Dirjen Pajak. Dalam konsep surat itu, Sutardi minta Dirjen Pajak segera menerbitkan surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima Coal.

30 Juni
Surat Permana Agung sebagai Inspektur Jenderal dikirim ke Dirjen Pajak. Surat ditembuskan kepada Menteri Keuangan, Direktur Peraturan Perpajakan I, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu di Gambir.

8 Juli
Sutardi dan tiga auditor mulai melakukan kajian terstruktur soal pengaduan Kaltim Prima.

16 Juli
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak mengirim surat kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu, mengizinkan penggunaan satuan mata uang dolar dalam surat ketetapan pajak Kaltim Prima Coal.

2010

Medio Maret
Benny Limbong, Sekretaris Inspektur Jenderal, bertemu dengan Gayus Tambunan di restoran Ny. Filly sekitar sepekan sebelum Gayus melarikan diri ke Singapura. Benny mengaku baru pertama kali bertemu dengan Gayus pada saat itu. Gayus yang membayari makan siang tersebut.

31 Maret
Benny Limbong bertemu dengan Maruli Pandapotan Manurung di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu, Gambir, saat sosialisasi batas akhir penyampaian surat pemberitahuan pajak. Benny mengaku itulah pertama kali dia bertemu dengan Maruli.

Jejak Lain Patgulipat Gayus

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/04/25/LU/mbm.20110425.LU136537.id.html

25 April 2011

Surat itu ditandatangani Denny Adrianz, Vice President Bumi Resources Urusan Finance and Control. Bertanggal 12 Mei 2008, paragraf pertama surat itu berbunyi, "Kami bermaksud meminta klarifikasi dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan atas nama anak perusahaan kami, PT Kaltim Prima Coal." Surat itu dialamatkan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.

Tapi sepucuk surat itulah yang belakangan memicu sederet persoalan di inspektorat jenderal kementerian itu. Sampai-sampai sebuah penyelidikan internal berlangsung pertengahan tahun lalu, dan rampung enam bulan kemudian. Hasilnya: dua pejabat eselon dua dihukum: dibebaskan dari tugas dan diturunkan pangkatnya. Mereka dituding lalai dan terindikasi terlibat perkara konflik kepentingan: menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pihak lain.

Pada Maret lalu, hasil pemeriksaan Inspektorat Bidang Investigasi di Kementerian Keuangan itu mulai dibahas dalam rapat-rapat tim terpadu penanganan kasus mafia pajak yang dipimpin Wakil Presiden Boediono. Tim itu dibentuk berdasarkan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akhir Januari lalu. "Ini harus dijalankan jajaran penegak hukum dan unsur pemerintah terkait, untuk menuntaskan kasus Gayus Tambunan," kata Yudhoyono saat mengumumkan 12 instruksinya di Istana Merdeka, Jakarta.

Pucuk pimpinan Kementerian Keuangan, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ada dalam tim terpadu itu. Dalam rapat setiap dua pekan, modus dan jejaring mafia pajak Gayus dibongkar dan dipelajari. Indikasi keterlibatan sejumlah pejabat di Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dibahas khusus.

"Masalah itu sekarang sedang ditelusuri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Markas Besar Kepolisian," kata seorang pejabat di kantor Wakil Presiden pekan lalu. "Ada bukti-bukti yang masih perlu dilengkapi," ujarnya.

Awal Mei, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan, Keamanan akan mengajukan rancangan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Sebagian isinya berasal dari pembahasan di tim terpadu Wakil Presiden. "Akan ada sejumlah rekomendasi perbaikan yang menyeluruh di sistem penegakan hukum, perpajakan, dan bea-cukai," katanya.

Temuan anyar dari Lapangan Banteng ini penting karena mengindikasikan adanya jalur lain dari permainan makelar pajak Gayus Halomoan Tambunan. Jika terbukti, ini berarti "kebocoran" di Direktorat Pajak tak hanya berasal dari bawah-jalur Gayus-tapi juga dari atas, yakni via jajaran pejabat Kementerian Keuangan.

Omongan Gayus di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Januari lalu, selepas divonis tujuh tahun penjara, bisa jadi ada benarnya. Ketika itu, dengan berapi-api, Gayus sesumbar, "Presiden sudah tahu siapa yang big fish. Kalau saya, cuma ikan teri."


Sutardi adalah Kepala Inspektorat Bidang Investigasi di Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada Mei 2008. Pria 60 tahun asal Klaten, Jawa Tengah, ini sebelumnya bekerja di Direktorat Bea-Cukai. Dia menempati posisinya sebagai auditor investigasi sejak 2007.

Ketika ditemui dua pekan lalu, pria berkumis tebal ini masih ingat betul bagaimana sepucuk surat Bumi Resources sampai ke tangannya, tiga tahun lalu. "Surat itu diantarkan seorang pengusaha bernama Subandi," katanya. Ketika itu, tanpa pikir panjang, dia mengira Subandi adalah salah satu komisaris atau direktur Bumi Resources.

Karena diantar langsung, surat itu tak tercatat dalam daftar surat masuk di Tata Usaha Inspektorat Jenderal. Ada dua amplop surat yang diterima Sutardi hari itu: satu untuk Inspektur Jenderal-ketika itu dijabat Permana Agung-dan satu amplop berisi surat tembusan untuk dia sendiri. "Isinya sama. Sesuai aturan, surat untuk Irjen langsung saya teruskan lewat Tata Usaha," ujar Sutardi.

Pada dasarnya, surat Bumi pada Mei 2008 itu berisi pengaduan. Semua bermula pada pertengahan April 2006, ketika Direktorat Pajak menurunkan tim khusus untuk memeriksa kewajiban pajak Kaltim Prima Coal-anak perusahaan Bumi Resources. Tak tanggung-tanggung, yang diperiksa ulang adalah semua kewajiban Kaltim Prima lima tahun ke belakang, pada tahun pajak 2000-2003 dan tahun pajak 2005. Setoran pajak 2004 lolos dari incaran karena kewajiban pajak Kaltim Prima Coal tahun itu sedang diperiksa Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Pemeriksaan selesai setahun kemudian. Tim pajak menerbitkan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan untuk Kaltim Prima Coal. Perusahaan itu merespons dengan menyetujui sebagian hasil pemeriksaan. Sampai di sini, Direktorat Pajak punya dua pilihan: menerbitkan surat ketetapan pajak yang berarti wajib pajak dinilai hanya salah secara administratif, atau meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Kalau pilihan kedua yang diambil, itu berarti ditemukan ada indikasi pidana perpajakan.

Tak aneh jika manajemen Kaltim Prima Coal ketar-ketir. Apalagi keberatan mereka atas hasil pemeriksaan tak cepat direspons Direktorat Pajak. Lewat satu tahun, persoalan ini tetap mengambang. Pada titik gawat inilah Denny Adrianz bermanuver. Lewat dua makelar pajak-kakak-adik Imam Cahyo Maliki dan Alif Kuncoro-dia berkenalan dengan Gayus Halomoan Tambunan. Jalur kongkalikong via Gayus pun disiapkan.

Kini terungkap, manuver Denny ternyata bukan hanya itu. Dia juga bergerak mengadukan "kelambanan" Direktorat Pajak kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Dalam surat yang diterima Sutardi, Denny menulis, "Yang menjadi persoalan adalah kepastian hukum atas hasil pemeriksaan."

Penerbitan surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima Coal, menurut Denny dalam surat itu, amat penting buat langkah korporasinya di masa depan. "Kiranya Bapak Pejabat yang terhormat dapat menelusuri kembali kendala apa yang menyebabkan tertahannya Surat Ketetapan Pajak tersebut," demikian Denny di penutup suratnya.

Ditemui awal April lalu, Staf Ahli Menteri Keuangan Robert Pakpahan membenarkan pentingnya sebuah surat ketetapan pajak untuk wajib pajak. "Kalau surat ketetapan itu keluar, berarti tidak ada unsur pidana, dan tidak akan ada penyidikan," katanya.

Tak aneh jika Sutardi bergerak ekstracepat. Tanpa menunggu disposisi dari atasannya, dia langsung bertindak. Sutardi menunjuk seorang anak buahnya untuk menanyakan masalah ini ke staf Kantor Pelayanan Pajak untuk Wajib Pajak Besar di Gambir, Jakarta Pusat. Di sanalah proses pemeriksaan Kaltim Prima macet.

Tunggu punya tunggu, belakangan diperoleh kabar bahwa surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima sebenarnya sudah siap dirilis di Gambir. Hanya ada satu masalah: surat pemberitahuan pajak Kaltim dibuat dengan mata uang rupiah, sementara hasil pemeriksaan menggunakan mata uang dolar Amerika.

Sesuai dengan prosedur, Kantor Pelayanan Pajak Gambir pun meminta petunjuk kepada Direktorat Perpajakan I di Kantor Direktorat Pajak untuk masalah ini. Entah kenapa, selama hampir setahun, petunjuk yang diminta tak kunjung turun. Surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima tetap macet.

Lagi-lagi tanpa perintah atasan-disposisi Inspektur Jenderal baru turun pada akhir Juni 2008-Sutardi terus merangsek. Pada pertengahan Juni 2008, dia menemui Djalintar Sidjabat, Direktur Perpajakan I di Direktorat Pajak, yang menangani masalah pajak pertambahan nilai. Keputusan Djalintar bisa menjadi rujukan untuk kasus perbedaan kurs mata uang dalam pelaporan pajak, seperti yang terjadi dalam kasus Kaltim Prima Coal. Sutardi bertanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merespons laporan macam ini. "Dua hari," kata Djalintar-seperti ditirukan Sutardi di hadapan tim pemeriksa Inspektorat Jenderal.

Akhirnya, pada akhir Juni 2008, hasil pemeriksaan dinilai cukup. Sutardi membuat nota dinas untuk atasannya, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Permana Agung. Dia menyarankan Inspektur Jenderal segera mengirim surat ke Direktur Jenderal Pajak-waktu itu dijabat Darmin Nasution-mendesak supaya surat ketetapan pajak Kaltim Prima Coal segera dikeluarkan. Sutardi juga meminta surat Inspektur Jenderal itu ditembuskan ke Direktur Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak di Gambir.

Yang tak disangka-sangka, surat pengaduan Bumi Resources tentang sengkarut pajak Kaltim Prima Coal hampir dua bulan sebelumnya ternyata juga baru ditembuskan ke Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan pada hari itu. Keterlambatan surat inilah yang belakangan jadi sorotan para auditor internal di Kementerian Keuangan. "Ada yang tidak wajar," kata sumber Tempo.

Nota dinas Sutardi yang berisi pemberitahuan adanya surat pengaduan Bumi Resources masuk ke Inspektur Jenderal pada 27 Juni 2008. Pada tanggal yang sama, Sutardi mengirim nota dinas yang lain, merekomendasikan langkah-langkah lanjutan, termasuk konsep surat Inspektur Jenderal ke Direktur Jenderal Pajak. Hanya berselang sepekan, pada awal Juli, Sutardi kembali mengirim sejumlah surat soal rencana Inspektorat Bidang Investigasi menyelidiki latar belakang "kelambanan" Kantor Pelayanan Pajak mengeluarkan surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima Coal. Selain menunjukkan bahwa Sutardi bergerak cepat tanpa izin atau disposisi atasannya, kedekatan waktu pengiriman surat-surat itu mengindikasikan ada "perlakuan istimewa" untuk pengaduan Kaltim Prima ini.

Sebagai atasan Sutardi ketika itu, Permana Agung mengaku memang mencium ketidakwajaran. Tapi dia menganggapnya bukan masalah besar. "Saya menganggap tindakan Sutardi bergerak mendahului disposisi saya didorong oleh keinginan menyelesaikan tugas secepatnya," katanya saat ditemui di ruang kerjanya pekan lalu. Menurut Permana, dua nota dinas Sutardi yang dia terima pada hari yang sama tak menyiratkan pelanggaran apa pun. "Di sini, keterlambatan surat-menyurat sering terjadi," katanya.

Toh, kecurigaan auditor tak surut begitu saja. Soalnya, nota-nota dinas Sutardi dan surat Inspektur Jenderal ke Direktur Jenderal Pajak soal masalah Kaltim Prima ternyata sampai ke tangan Gayus Tambunan. Polisi menyita surat-surat penting itu ketika memeriksa Gayus pada April tahun lalu. Bau busuk patgulipat tercium pekat karena Gayus sama sekali tidak berhak mengakses surat-surat rahasia itu.

Dugaan adanya "permainan" - makin kuat karena Kantor Pelayanan Pajak Gambir akhirnya menyerah, setelah campur tangan tim Sutardi ini. Sesudah satu tahun lebih, kantor itu memutuskan menerbitkan surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima Coal. Ancaman penyidikan pidana untuk perusahaan tambang itu pun gugur.

Kejutan terakhir datang dari Gayus Tambunan. Ketika diperiksa auditor internal Kementerian Keuangan, pertengahan 2010, dia mengaku menerima suap US$ 2 juta untuk pekerjaannya "melancarkan" surat ketetapan pajak Kaltim Prima Coal ini. Seperempat dia kantongi sendiri, sisanya dibagi-bagi lewat atasannya, Maruli Pandapotan Manurung. Dibagi kepada siapa? Menurut pengakuan Gayus kepada tim auditor internal Inspektorat Jenderal, duit itu adalah jatah para pejabat Inspektorat Jenderal.

Ketika diperiksa tim Inspektorat, yang notabene bekas anak buahnya sendiri, Sutardi mengakui perbuatannya salah secara administratif. "Seharusnya saya menunggu disposisi Irjen," katanya. Tapi dia menegaskan tidak punya kepentingan pribadi dalam kasus ini. "Saya tidak pernah menerima apa pun sebagai imbalan."

Tapi Sutardi punya alasan lain di balik tindakan ekstracepatnya itu. Dia mengira Subandi-pengirim surat Kaltim Prima Coal-kawan dekat atasannya: Sekretaris Inspektur Jenderal Benny Limbong dan Inspektur Jenderal Permana Agung.

"Subandi sering datang ke ruangan Pak Benny," ujar Sutardi. Pengusaha asal Semarang itu bukan orang asing di lingkungan Inspektorat Jenderal. Sutardi bahkan pernah mengundang Subandi hadir dalam upacara pernikahan anaknya. "Undangannya saya titipkan lewat Pak Benny," katanya polos.

Sutardi yakin benar kasus Prima Coal adalah "titipan atasan"-nya. Selama proses penanganan pengaduan Kaltim Prima Coal, kata Sutardi, Benny beberapa kali menanyakan perkembangan "suratnya Subandi" lewat telepon. "Kalau surat itu tidak istimewa, kok dia bisa ingat ada surat itu?"

Dihubungi terpisah, baik Subandi maupun Benny Limbong menolak mentah-mentah tuduhan Sutardi. Meski membenarkan -hubungan dekat mereka, keduanya kompak membantah punya kaitan dengan Kaltim Prima Coal ataupun Bumi Resources.

Subandi bahkan mengaku tak pernah mengantar surat apa pun kepada Sutardi. "Saya tidak tahu mengapa nama saya dibawa-bawa dalam persoalan ini," ujarnya dengan nada tinggi. Pengusaha penyalur alat-alat listrik ini mengaku tak mengenal Denny Adrianz atau petinggi Bumi Resources yang lain.

Bantahan Benny tak kalah sengit. "Saya justru jadi korban gara-gara kasus ini," katanya meradang. Sejak diperiksa auditor internal, dia dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris Inspektur Jenderal dan ditugasi sebagai anggota staf biasa di bagian umum. "Kalaupun saya menelepon Sutardi atau auditor lain menanyakan perkembangan pemeriksaan, apakah itu salah? Itu bagian dari tugas saya," ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Benny merasa diperlakukan tak adil dalam penanganan kasus ini. Dia menduga sanksi berat yang diterimanya berkaitan dengan pengakuannya soal Gayus Tambunan. "Padahal saya hanya makan siang satu kali dengan Gayus. Itu pun kebetulan saja," katanya. Pekan lalu, Benny mengirim surat ke Menteri Keuangan Agus Martowardojo, menuntut dilakukan eksaminasi independen atas pencopotan dirinya.

Meski sudah terang-benderang, kasus ini tampaknya belum mengarah ke meja hijau. Berkas-berkas hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal kini tengah diperiksa ulang untuk menuntaskan semua keberatan dan tanda tanya yang muncul. Persoalan ini, "Memang baru omongan versus omongan," kata sumber Tempo di tim terpadu penanganan kasus mafia pajak Gayus Tambunan di kantor Wakil Presiden Boediono. "Tak ada bukti langsung soal suap," katanya lagi.

Itulah kenapa sampai sekarang kasus suap Bumi Resources untuk Gayus tak pernah disidangkan. Gayus dan jejaringnya di Direktorat Jenderal Pajak baru diadili untuk penanganan kasus keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal dengan besar kerugian hanya Rp 500 juta.

Belakangan ada kabar tim terpadu sedang mengkaji kemungkinan mengambil jalan memutar: memakai teknik pembuktian terbalik. Para tertuduh akan dihadapkan ke meja hijau dan diminta membuktikan asal-usul harta kekayaan mereka di persidangan. Dari sana diharapkan muncul nyanyian dan kicauan yang bakal membongkar habis komplotan Gayus.

Jika terbukti ada suap, surat ketetapan pajak Kaltim Prima Coal bisa diperiksa ulang. Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam, menegaskan, sebuah surat ketetapan pajak bisa direvisi jika ada kejanggalan atau ketidakberesan. "Dirjen Pajak punya kewenangan untuk itu," katanya.

Tim Investigasi JEJAK LAIN PATGULIPAT GAYUS

Penanggung Jawab: Arif Zulkifli

Kepala Proyek: Muchamad Nafi

Penyunting: Arif Zulkifli, Budi Setyarso, Wahyu Dhyatmika

Penulis: Wahyu Dhyatmika, Budi Riza, Yuliawati, Muchamad Nafi

Penyumbang Bahan: Yandhrie Arvian, Bagja Hidayat

Riset Foto: Bismo Agung

Desain: Ehwan Kurniawan, Aji Yuliarto

Bahasa: Uu Suhardi, Habib Rifai