Monday, April 18, 2011

“Komunikasi dan Independensi” Kunci Sukses Pemberdayaan Organisasi Internal Auditor

“Komunikasi dan Independensi”
Kunci Sukses Pemberdayaan Organisasi Internal Auditor


Oleh : Wakhyudi, Ak., M.Comm., CFE
Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP





Senja temaram menghiasi sudut kota Manado pada pertengahan tahun 2004. Saat itu penulis secara tidak sengaja bertemu dan ngobrol dengan almarhum Gandi, mantan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sambil menikmati sajian teh panas, beliau bercerita kepada penulis bahwa secara berkala beliau biasa “menghadap” Presiden untuk menjelaskan berbagai perkembangan penting berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kepala BPKP pada masa itu. Dalam kesempatan bertemu dengan Presiden tersebut, terjadilah dialog mengenai berbagai hal yang menyangkut kinerja organisasi pemerintahan dan berbagai alternatif kebijakan untuk perbaikan yang signifikan.

Proses komunikasi secara berkesinambungan antara pimpinan suatu organisasi (Kepala BPKP) dengan pemberi mandat (Presiden) seperti diilustrasikan di atas mempunyai peranan yang sangat penting bagi kedua belah pihak untuk “memberi dan menerima laporan” dan “menerima dan memberi perintah” berkaitan dengan tugas-tugas strategis yang harus dilaksanakan oleh pimpinan organisasi. Hal tersebut memiliki pengaruh positif terhadap organisasi, yang tercermin pada kejelasan kewenangan, tugas, dan tanggung jawab BPKP sebagai internal auditor pada periode tersebut. Hal seperti ini mungkin tidak akan terjadi apabila tidak terjalin proses komunikasi secara efektif antara pemberi tugas dengan penerima tugas. Dampak serius yang akan dirasakan dari tidak berjalannya proses komunikasi yang efektif adalah adanya “jarak” antara pemberi mandat dengan penerima mandat, yang dalam jangka panjang dapat berakibat pada ketidakjelasan peran dan fungsi organisasi penerima mandat tersebut.

Dalam skala yang lebih umum dan luas, fungsi komunikasi yang efektif ini merupakan faktor kunci dalam rangka pemberdayaan organisasi. Proses komunikasi dapat berlangsung dengan berbagai media. Akan tetapi, komunikasi secara langsung baik secara tatap muka maupun melalui percakapan telefon dinilai akan memberikan pengaruh yang lebih efektif dalam penyampaian pesan. Tentu saja, isi pesan yang hendak disampaikan lazimnya dituangkan secara tertulis dalam bentuk laporan ataupun memo dinas. Berkaitan dengan pemberdayaan organisasi internal auditor pemerintah, budaya komunikasi antara pemberi mandat dengan penerima mandat baik secara formal maupun informal perlu senantiasa ditingkatkan.

Hal ini akan membawa beberapa manfaat, yaitu antara lain:

Pertama, memastikan bahwa pemberi mandat mempunyai kepedulian terhadap si penerima mandat dan tugas serta tanggung jawab yang dibebankan kepada organisasinya. Pimpinan organisasi akan senantiasa menyadari bahwa dia memiliki perangkat pengendalian yang dapat menjamin tercapainya tujuan yang diinginkan bersama. Jika terdapat hal-hal yang menyimpang dari sistem pengendalian yang ada dalam organisasi tanpa sepengetahuan pimpinan organisasi, maka internal auditor dapat secara cepat menyampaikan permasalahan dan rekomendasi untuk segera dilakukan perbaikan. Selanjutnya, apabila kebijakan pimpinan organisasi ternyata “menyimpang” dari ketentuan yang ada, internal auditor juga dapat segera memberikan masukan untuk meluruskan kembali kebijakan yang menyimpang tadi. Di sinilah peran internal auditor sebagai “early warning system” dapat dijalankan dengan baik. Bahkan mungkin, sebelum keputusan penting diambil, sudah ada pertimbangan dan saran dari internal auditor. Dengan demikian, sang nakhoda akan merasakan “keberadaan” dan “manfaat” atas perangkat yang dia buat untuk membawa kapal tiba di tujuan tanpa mengalami hambatan yang berarti. Sedangkan dilihat dari sudut pandang organisasi internal auditor sendiri, adanya pemahaman yang pas dan kepedulian pimpinan organisasi akan semakin memperkuat jati diri dan semangat juang organisasi internal auditor beserta para punggawanya.

Kedua, proses komunikasi yang terarah juga bermanfaat sebagai media akuntabilitas dari penerima mandat kepada pemberi mandat mengenai perkembangan pelaksanaan tugas-tugas yang dimanahkan kepadanya. Hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai media evaluasi dan pemecahan masalah secara elegan. Sebagai ilustrasi, pada saat sebagian anggota DPR sebagai representasi rakyat yang memberi mandat kepada Presiden sedang gencar-gencarnya menyiapkan berbagai “pertanyaan kritis” mengenai kebijakan menaikkan BBM, Presiden sebagai penerima mandat segera melakukan pertemuan konsultasi dengan Pimpinan DPR untuk membahas permasalahan tersebut. Pertemuan konsultatif tersebut merupakan media komunikasi sekaligus akuntabilitas Presiden kepada DPR terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, membahas permasalahan yang terjadi, dan merumuskan solusi yang sama-sama menguntungkan.

Ketiga, proses komunikasi juga akan dapat mendudukkan permasalahan yang dihadapi organisasi sesuai dengan proporsinya. Misalnya, Presiden dapat saja mengeluarkan statemen dan menggelar pertemuan konsultasi dengan eksternal auditor untuk menjelaskan mengenai pentingnya fungsi internal auditor dalam mewujudkan good governance dan clean government. Dengan demikian, nuansa persaingan dan permusuhan antara internal auditor dengan eksternal auditor pemerintah dapat diturunkan bahkan dihilangkan tensinya. Dalam hal pemberian opini disclaimer terhadap laporan keuangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota misalnya, BPKP dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai internal auditor pemerintah tentu saja dapat memberikan penjelasan mengenai hal tersebut sehingga dapat menjadi penyeimbang informasi yang diterima oleh masyarakat.

Seluruh manfaat tersebut di atas akan dapat terwujud apabila telah terjalin komunikasi yang efektif dan berkesinambungan antara pimpinan organisasi penerima mandat dengan pemberi mandat. Tentu saja ada rambu-rambu yang harus dijaga dalam proses komunikasi tersebut, yaitu sikap independensi pimpinan organisasi penerima mandat terhadap pemberi mandat. Pertanyaannya, sampai sejauh mana pihak penerima mandat dapat bersikap independen terhadap pihak pemberi mandat.

Mempertahankan Sikap Kritis dengan Segala Risikonya

Proses komunikasi yang efektif antara penerima mandat dengan pemberi mandat, khususnya dalam lingkup organisasi internal auditor, akan membawa dampak yang positif untuk keberhasilan semua pihak. Hal ini mengharuskan adanya “kedekatan” antara Kepala BPKP dengan Presiden, Inspektur Jenderal dengan Menteri, Kepala Bawasda/Inspektur dengan Gubernur/Bupati/Walikota, dan Kepala Satuan Pengawasan Intern (SPI) dengan Direksi. Adanya faktor “kedekatan” secara pribadi mapun kedinasan pada pihak-pihak tersebut dapat dipahami secara rasional. Akan tetapi, yang patut diingat adalah bahwa faktor kedekatan di antara pihak-pihak yang disebutkan di atas tidak boleh menghilangkan sikap kritis dan independensi dari pihak penerima mandat. Sebagai misal, jika Gubernur Provinsi X meminta dukungan kepada Inspektur/Kepala Bawasda Provinsi X untuk “mengamankan” kebijakan Gubernur yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau, Kepala Bawadsa/Inspektur secara sengaja menutup-nutupi “penyimpangan” yang dilakukan oleh Gubernur. Bagaimana hal tersebut harus disikapi? Tentu saja, meskipun akan terasa berat, hal-hal seperti itu sama sekali tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang kode etik dan standar perilaku organisasi internal auditor. Meskipun, kondisi tersebut dimungkinkan terjadi sebagai akibat dari adanya kedekatan dan proses komunikasi yang efektif antara penerima mandat dengan pemberi mandat.

Pimpinan organisasi internal auditor senantiasa dituntut bersikap independen kepada siapa saja, termasuk kepada si pemberi mandat. Dalam melaksanakan tugasnya, ia harus memiliki keyakinan bahwa akuntabilitas utama dan pertama adalah kepada si pemberi amanah yang hakiki, yaitu Allah Tuhan Yang Mahakuasa. Dengan demikian, sikap yang harus dikembangkan adalah senantiasa siap bekerja sama dalam kebenaran dan kebaikan untuk mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya, pimpinan organisasi internal auditor harus dapat berkata “tidak” terhadap ajakan untuk bekerja sama dalam kebatilan, dari pihak manapun juga termasuk dari si pemberi mandat itu sendiri. Risikonya? Ya, harus siap dilengserkan setiap saat oleh pemberi mandat. Walapun akan terasa pahit, tetapi inilah hakikat dari proses pemberintahan, yaitu harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Siapapun tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat hanya demi mengejar ambisi pribadi. Merasa kecewa dan kalah? Jawabnya: tidak perlu. Alasannya, itulah batasan tanggung jawab seorang pejabat yaitu sesuai dengan kewenangan yang ada padanya. Apabila terdapat permasalahan dalam organisasi yang melibatkan unsur pimpinan dan tidak mampu diselesaikan oleh auditor internal, maka harapannya ada pihak lain semisal BPK, Kejaksaan, dan KPK yang mungkin dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Akhirnya, yang menjadi harapan kita bersama adalah bahwa para punggawa internal auditor senantiasa dapat menjaga independensinya dengan bekerja secara profesional dan penuh integritas sehingga dapat menjadi panutan bagi pegawai yang lainnya dan masyarakat pada umumnya.

No comments: