Wednesday, April 6, 2011

ORGANISASI BANK MASA DEPAN ; MEMADUKAN TUJUAN BISNIS, RISIKO DAN KEPATUHAN

ORGANISASI BANK MASA DEPAN
MEMADUKAN TUJUAN BISNIS, RISIKO DAN KEPATUHAN

Tjukria P. Tawaf

Bank adalah lembaga intermediasi dari masyarakat penyimpan dana dan yang membutuhkan dana. Mengingat perannya yang demikian startegis dalam alur ekonomi, maka kesehatannya menjadi suatu tuntutan yang pasti bagi tumbuhnya perekonomian negri. Untuk itulah maka sebagai badan usaha, bank juga perlu sehat dalam menciptakan laba dengan risiko yang tekendali dan selalu patuh pada rambu-rambu perundangan-undangan, peraturan yang berlaku.

Dalam kaitan ini, seringkali kita melihat pertentangan antara upaya unit usaha bank yang ingin menciptakan laba tersebut namun mengabaikan aspek pengendalian risiko dan juga melanggar ketentuan perundang-undangan. Padahal bank perlu sehat, termasuk memberikan laba serta berkembang wajar dan menunjang perekonomian nasional.
Wajah dunia perbankan saat ini memperlihatkan akibat dari pengelolaan bisnis bank yang tidak sehat, disertai ketidak mampuan mengendalikan risiko yang parah dan banyaknya pelanggaran serta ketidak patuhan pada regulasi maupun perundang-undangan. Biarlah ini menjadi sejarah masa lalu, selanjutnya tentu kita ingin menata bank-bank yang sehat, dari dalam dirinya sendiri.

Unit Bisnis Bank
Organisasi bank dirancang dengan selalu memperhatikan fungsi-fungsi yang ada padanya. Salah satunya adalah fungsi bisnis, yang juga meliputi marketing, baik pendanaan maupun penyalurannya yang dikelola oleh unit kerja khusus untuk itu. Akibat dari intermediasinya maka masalah spread interest dari transaksi menjadi fokus utama dalam menjaring laba. Kegiatan utama unit bisnis ini adalah mereka ingin membangun hubungan jangka panjang dengan para nasabahnya dan sekaligus meningkatkan pangsa pasarnya. Hal ini dilakukan dengan jalan memberikan pelayanan yang terbaik pada para nasabah pada tingkat optimal sehingga bisa memajukan rentabilitas banknya. Citra keunggulan banknya selalu diupayakan untuk menonjol dalam bisnisnya serta tentu berupaya memperluas portofolio kreditnya.
Dalam hubungan ini, maka diperkenalkanlah konsep pelayanan pada nasabah yang sebaik-baiknya agar nasabah menjadi puas dan mau berhubungan dengan menjalin bisnis denga banknya.
Bank sebagai industri jasa mau tak mau harus memelihara nasabah dan calon nasbahnya dengan sebaik-baiknya. Apalagi mengingat pertumbuhan industri pelayanan yang demikian pesatnya, persaingan antar bank serta lembaga keuangan lain yang meningkat terus, tuntutan nasabah yang lebih besar, maka pelayanan nasabah yang bermutu dipercaya merupakan dasar untuk meningkatkan bisnis bank. Banyak personil bank yang kemudian percaya bahwa eksekutif tinggi di perbankan ternyata menggunakan keterampilannya dalam berhubungan dengan nasabah dapat membawanya ke puncak karir.
Untuk itulah maka unit bisnis di bank, yang bernama Relationship Management ataupun Account Officer akan selalu mengembangkan rencana mareketingnya, memasarkan produk dan jasanya, berusaha mengembangkan produk dan jasa baru sesuai kebutuhan marketnya, mengelola bisnis komersial, memberikan advis pada nasabahnya mengenai masalah keuangan dan bisnis. Namun ada pendapat bahwa bank yang baik adalah bank yang agresif dalam marketing dan konservatif dalam kreditnya. Artinya disini adalah, relationship manager aktif mencari calon nasabah baru serta menjadikannya menjadi nasabah-nasabah yang potensial. Dalam pelepasan kredit faktor risiko dan upaya cover atas risikonya tentunya menjadi pertimbangan utama untuk memperoleh kualitas perkreditnya yang terkendali. Analisisnya juga fokus pada aspek-aspek; prospek business, marketing, financial, yuridis, dll, yang pada intinya bagaimana memberikan kontribusi positif bagi bank. Fokus dari bisnis unit ini adalah pada business opportunities yang pada akhirnya tentu diharapkan memberikan kontribusi laba pada bank.
Namun dalam operasionalnya sehari-hari ada kecenderungan para pengelola unit bisnis di bank terlalu berasyik-masyuk dengan proyeksi keuntungan yang dijanjikan dari proyek nasabah serta berapa besar kontribusinya kepada banknya. Akibatnya perhitungan dan analisisnya cenderung terlalu optimistis, terlalu muluk, bahkan cenderung mengabaikan dan menyepelekan risiko yang mungkin timbul dari proyek tersebut. Pada masa-masa yang lalu, analisis kredit yang dibuat para account officer, atau relationship manager, memang telah memasukan juga unsur analisis terhadap risiko proyek atau pembiayaan yang diusulkannya. Namun bisa dipastikan bahwa karena analisis risiko tersebut dibuatnya sendiri dan memang fokus dari account officer lebih pada pemberian kredit, maka tampak kualitas analisis risiko tersebut lebih pada pembenaran atas kredit yang diusulkannya. Dengan demikian bisa dikatakan, para account officers di bank terindikasi dengan conflict of interest dengan para nasabahnya.
Sebenarnya pelayanan atau service itu buat siapa ? Orang boleh berdebat tentang hal ini. Tentunya orang marketing akan bilang pelayanan buat customers, pelanggan alias nasabah. Buat orang yang bekerja di bidang supporting dalam satu bank, yang dilayani sebagai pelanggannya adalah personil marketing dalam rangka kegiatannya menciptakan laba bagi bank ini. Begitulah pendapat umum yang saat ini berlaku. Dengan alat pelaksanaan internal control atau pengendalian intern yang baik yang dicerminkan dalam pelaksanaan sistem dan prosedur yang baik pula maka diharapkan pelayanan pada nasabah berlangsung excelent dan semua puas, dengan kenyamanan dan keamanan yang memadai. Jadi pendapat bahwa ada pertentangan antara Service dan Security, Control yaitu kalau kita tingkatkan service berarti security dan control-nya berkurang, perlulah dikikis habis. Yang pas adalah setiap kali kita mau meningkatkan service, maka pada saat yang bersamaan kita tingkatkan security dan control- nya, jadi selalu seiring sejalan.
Manajemen Risiko bank
Bank sebagai institusi keuangan sangat bergelimang risiko yang ada diseputarnya. Seperti diketahui risiko adalah; kesempatan timbulnya kerugian, probabilitas timbulnya kerugian, ketidakpastian, penyimpangan aktual dari yang diharapkan. probabilitas satu hasil akan berbeda dari yang diharapkan. Mengingat hal tersebut, maka pemahaman serta upaya menekan timbulnya risiko menjadi suatu hal yang amat strategis bagi lahirnya perbankan yang sehat.
Konsep Risiko terdiri dari tiga hal pokok yakni, pertama Hazard, yaitu suatu keadaan bahaya yang bisa menyebabkan terjadinya peril, adapun Peril itu sendiri adalah suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian, Losses; Kerugian yang diderita akibat dari kejadian yang diharapkan terjadi
Tipe Risiko. Ada dua tipe risiko yang paling menonjol dalam pelaksanaan kerja suatu bisnis. Risiko yang sulit buat dikendalikan dan risiko yang dapat dikendalikan. Risiko yang sulit dikendalikan misalnya; kebakaran, penipuan. Adapun risiko yang dapat dikendalikan, adalah peristiwa masa depan adalah akibat tindakan masa sekarang, misalnya risiko kredit. Risiko kredit adalah tidak mampunya bank menerima pembayaran bunga mapun pokok dari kredit yang diberikan pada nasabahnya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, baik karena faktor intern nasabah maupun karena sebab-sebab makro ekonomi. Sebab-sebab kesulitan kredit ini sebenarnya dapat ditekan sedemikian rupa, bila bank memperhatikan aspek analisis risikonya secara baik.
Fungsi utama dari risk management adalah untuk melindungi asset bank dari berbagai risiko melalui sistim pengendalian risiko yang terpadu (Integrated Risk Management). Untuk itu maka diperlukan upaya pemberdayaan secara optimal fungsi dan peran dan organisasi risk manajemen pada bank-bank, sehingga tercapainya proses pengambilan keputusan yang cepat dan berkualitas. Manajemen risiko secara khusus di perbankan tidak terlalu fokus pada pelanggaran, fokus utamanya pada kemungkinan terjadinya kerugian serta bagaimana menjaga agar bisnis bank terjaga dari risiko tersebut.
Seperti diketahui, bank adalah sebuah institusi yang mempunyai risiko sangat beragam. Risiko tersebut meliputi berbagai jenis seperti ; Risiko yang berasal dari luar, antara lain disebabkan adanya perubahan dalam keadaan ekonomi, baik karena adanya perubahan dalam negeri, termasuk kebijakan Pemerintah atau sebagai akibat adanya pengaruh perekonomian internasional. Sedangkan Risiko yang berasal dari dalam bank antara lain adalah misjudgment, penyelewengan-penyelewengan, pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dan praktik perbankan yang tidak sehat.
Sebagain besar aktiva bank umum adalah dalam bentuk ?Kredit Yang Diberikan?, sehingga kemungkinan risiko yang ditanggung bank sebagian besar berasal dari dari penanaman tersebut. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kredit yang diberikan, bank membentuk penyisihan penghapusan kredit. Faktor utama dalam mempertimbangkan kecukupan penyisihan penghapusan kredit yang dibentuk adalah mutu kredit tersebut (tingkat kolektibilitas kredit). Selain risiko kredit, bank juga dihadapkan pada risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar dan risiko penurunan harga pasar surat-surat berharga.
Risiko tingkat bunga timbul, apabila bank menanamkan aktivanya dalam kredit dan surat berharga jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, sementara sumber dananya berasal dari dana jangka pendek dengan suku bunga yang mudah berubah. Risiko nilai tukar (Kurs) timbul apabila bank devisa memiliki posisi terbuka valuta asing dalam jumlah yang signifikan. Risiko penurunan nilai surat berharga timbul apabila bank melakukan investasi dalam surat berharga dengan bunga tetap dan tingakat suku bunga pasar meningkat. Apabila bank melakukan investasi dalam surat beharga jangka panjang yang mengalami penurunan harga pasar dalam jumlah yang cukup signifikan, terpaksa menjual investasi tersebut untuk memperoleh uang tunai, maka kerugian besar dapat terjadi dari transaksi tersebut.
Bank dapat juga menghadapi risiko likuiditas apabila terlalu besar memberikan kredit yang dibiayai dengan pinjaman/dana jangka pendek, seperti call money, atau penyebaran dan atau kreditnya tidak merata. Oleh karena itu, disamping menyediakan alat likuid yang cukup, bank perlu mempunyai alat likuid tingkat kedua berupa surat-surat berharga yang marketable dan ?cushion? yang biasanya berupa fasilitas money market line dari bank lain. Kekurangan likuiditas, jika dipertimbangkan dengan faktor-faktor lain merupakan suatu kondisi yang dapat mengindikasikan adanya keraguan tersebut. Hal-hal tersebut mengidentifikasi faktor-faktor tambahan lainnya sehubungan dengan penilaian tersebut. Oleh karena bank dihadapkan kepada berbagai risiko diatas, maka bank wajib memelihara modal yang cukup, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut memperkuat perlunya struktur pengendalian intern yang dapat memberikan keyakinan yang memadai (reasenable assurance) atas kewajaran pemupukan modal dan pengungkapan tentang modal yang diwajibkan.
Risiko lainnya yang tak kurang pentingnya adalah Risiko Persaingan, artinya persaingan yang ketat antara bank dengan bank lainnya atau bahkan dengan lembaga keuangan lainnya. Masing-masing bank akan berusaha mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasarnya dengan memberikan yang terbaik dan menguntungkan nasabahnya ataupun calon nasabahnya. Berkurangnya kepercayaan nasabah atau ketidak puasan terhadap suatu bank akibat suku bunga yang ditawarkan maupun produk dan jasanya yang tidak menarik bisa mengakibatkan terjadinya perpindahan nasabah. Selanjutnya perpindahan nasabah secara besar-besaran bisa mengakibatkan tersingkirnya bank dalam persaingan. Ketidak mampuan bank dalam mengantisipasi langkah-langkah pesaing dalam penciptaan maupun pengembangan produk dan jasa baru yang terbaik kepada nasabah dan calon nasabahnya akan mengakibatkan dampak kurang baik bagi bank-nya.
Risiko Peraturan pemerintah juga patut diperhatikan dalam pengelolaan bank. Seperti diketahui industri perbankan memperoleh pengawasan yang sangat ketat dari pemerintah karena kegiatannya banyak yang menyangkut kepentingan umum. Pengawasan yang ketat itu tercermin dari banyaknya peraturan pemerintah mengenai perbankan yang secara terus-menerus diperbaharui dari waktu ke waktu. Dikeluarkan peraturan baru seringkali membawa dampak yang tidak kecil bagi bank. Karenanya bank dituntut untuk untuk selalu mampu mengantisipasi perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian dengan ketentuan pemerintah tersebut.

Compliance

Terbitnya Peraturan Bank Indonesia PBI No. 1/6/PBI/99 tanggal 20 September 1999 yang mengatur tentang kewajiban bank umum untuk memiliki Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan kewajibannya untuk melaksanakan Standar Pelaksanaan Audit Intern Bank (SPFAIB) ternyata disana-sini dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan kekisruhan.
Untuk dapat terlaksana dengan baik PBI tersebut, maka bank tidak cukup hanya membuat institusi direktur kepatuhan saja. Hal ini karena sebenarnya, Direktur kepatuhan adalah hanya salah satu bagian dari Program Kepatuhan (Compliance Program) bank. Justru yang terpenting untuk dipahami oleh segenap jajaran pemilik, pengelola dan pelaksana kegiatan perbankan adalah pemahaman dan pelaksanaan dari Program Kepatuhan. Karena itu perlu sekali disadari oleh semua pihak bahwa ;
1. Kepatuhan adalah milik semua orang dalam organisasi.
2. Ketidak patuhan akan sangat mengacaukan sistem kerja keseluruhan.
Karena program ini perlu memastikan adanya komitmen dari segenap manajemen dan personil bank, baik secara individu maupun secara bersama-sama bertanggung jawab untuk melaksanakan kepatuhan tersebut.
Program Kepatuhan ini intinya adalah, Suatu sistem yang dirancang untuk mengidentifikasikan dan mencegah pelanggaran oleh para staff, petugas, pimpinan dan para pengurus bank. Meliputi suatu konsep yang terintegrasi pada semua bidang kegiatan dan semua personil bank serta pelaksanaannya sehingga perlu dilakukan secara menyeluruh. Adapun peran dari Direktur Kepatuhan itu sendiri lebih pada dinamisator, pendorong serta pengawal agar berjalannya Program Kepatuhan di bank-nya dengan baik. Program Kepatuhan ini dirancang sedemikian rupa, hingga mencakupi seluruh lapisan pada masing masing bank. Apabila program ini terjalin dengan baik, maka kelancaran kerja semua tingkatan manajeman bank akan menuju suatu tujuan yang satu, yaitu pengelolaan bank yang ?compliance? dan akhirnya melahirkan bank-bank yang sehat.
Untuk memahami problematik tentang pelaksanaan kepatuhan pada perbankan kita maka kita perlu memahami kendala masalah-masalah dalam pelaksanaaan kepatuhan tersebut.
Kendala. Banyak masalah perbankan yang demikian besar selama ini yang disebabkan karena tidak dilaksanakannnya program kepatuhan kepada perundang-undangan, peraturan Bank Indonesia ataupun peraturan lainnya. Pelaksanaan pengelolaan peraturan di bank tidak dilakanakan dengan konsep yang baik. Beberapa kendala yang bisa diidentifikasikan antara lain sebagai berikut ;
Organisasi Bank. Pengelolaan kepatuhan belum dilaksanakan secara terorganisir oleh kebanyakan bank. Sehingga masalah dalam aplikasinya tidak bisa dilakukan secara optimal. Koordinasi dalam penyebarluasan kepada unit kerja pelaksana peraturan dan perundang-undangan yang menjadi keharusan menjadi sangat lemah.
Kebiasaan/kebudayaan. Banyak bank yang belum mempunyai tradisi atau kebiasaan baik dalam mengantisipasi setiap perubahan atau adanya peraturan baru. Personil bank terbiasa untuk melaksanakan pekerjaan seperti apa adanya yang sudah berjalan saja. Tiap ada perubahan peraturan, biasanya timbul resistensi untuk berubah, bahkan sebelum kajian atas adanya peraturan baru tersebut. Kalau ada peraturan baru, enggan untuk mempelajari, demikian juga ada keengganan untuk melaksanakannya.
Lingkungan. Lingkungan kerja bank sangat menentukan bagi berhasilnya pelaksanaan membangun program kepatuhan. Pada masa yang lalu, ada kecenderungan yang kuat pada bank-bank untuk saling merebut nasabah, karena dikejar target marketingnya. Hal ini mengakibatkan terabaikannya prosedur-prosedur standar bank yang baku dan ini berarti cenderung pula untuk melakukan pelanggaran pada peraturan yang berlaku.
Kemandirian. Dalam pelaksanaan kerja bank, sikap kemandirian serta profesionalime sangat dituntut. Namun dalam pelaksanaannya, sikap profesional yang dicerminkan dengan kemampuan untuk mengemukakan pendapat secara profesional dan mandiri dari setiap karyawan bank belum banyak terlihat. Sehingga karyawan bank tidak berani untuk menyatakan pendapat profesional kepada atasannya. Banyak keputusan manajemen bank yang sebenarnya hanya mencerminkan keputusan seorang manajer yang paling dominan saja. Bawahan tidak berani membantah atau berdiskusi secara profesional dengan atasannya.
Kurangnya sumber informasi. Informasi tentang peraturan yang berlaku seharusnya diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan di bank. Namun teryata distribusi serta penyebarluasan peraturan ini tidak berjalan baik. Atau bahkan ada pihak-pihak di bank yang sengaja menyembunyikan berlakunya suatu peraturan dengan tujuan kepentingan tertentu.
Sumber Daya Manusia. Kualitas dari sumber daya manusia dalam memahami suatu peraturan yang diterbitkan merupakan suatu kendala yang juga sangat mengganggu. Seringkali suatu peraturan yang diterbitkan memerlukan pemahaman bagaimana pelaksanaannya serta bagaimana implikasinya terhadap bank. Namun petugas bank tidak mampu untuk menafsirkan hal ini sedemikan jauh. Sehingga kecenderungan terjadinya pelanggaran dianggap sesuatu yang enteng saja.
Dengan demikian dalam program kepatuhan bank dilakukan pengkajian rencana keputusan yang akan diambil, dan mencegah ditetapkannya keputusan yangg mengandung unsur penyimpangan atau pelanggaran ketentuan kehati-hatian. Adapun fokusnya pada pencegahan pelanggaran ketentuan kehati-hatian yang mengganggu pada kesehatan bank. Apabila bank umum tidak melakukan hal ini, maka bermacam sanksi dari mulai denda, ancaman penurunan tingkat kesehatan, sampai pencabutan izin usaha, baik sementara maupun tetap serta ancaman hukuman kurungan bagi pengurus bank sudah menganganga didepan mata.

Mengintegrasikan tujuan bisnis, manajemen risiko dan kepatuhan
Dari uraian diatas tampak jelas, bahwa pada hakikatnya tujuan dari pelaksanaan operasional bank perlu dilakukan secara terintegrasi antara unit bisnis, manajemen risiko dan program kepatuhan. Satu dengan lainnya saling melengkapi, serta menghindarkan kemungkinan conflict of interest antar pertugas bank, yang masing-masing secara profesional saling meneguhkan suatu keputusan manajemen yang sehat atas pengelolaan aktivanya, terutama tentunya yang berkaitan dengan aktiva produktifnya. Skema dibawah ini memperlihatkan alur dari keputusan manajemen bank ;

Alur Proses Keputusan Manajemen Bank :

UNIT BISNIS>>>UNIT RISK MANAJEMEN>>>UNIT COMPLIANCE>>>GO or NO GO

Dari alur keputusan manajemen bank seperti tersebut diatas, diharapkan setiap business opportunities yang diolah oleh unit bisnis, akan dilakukan penelaaah risiko oleh unit manajemen risiko sehingga desain pengendalian risikonya tersusun dengan rapi, yang kemudian diyakinkan oleh unit compliance, bahwa semua hal tersebut tidaklah keluar dari ketentuan kehati-hatian, serta ketentuan perundang-undangan. Diharapkan keputusan manajemen terhadap hal-hal tersebut menjadi lengkap untuk menyatakan apakah rancangan keputusan tersebut bisa dilakukan atau tidak. Dengan demikian maka menciptakan bank sehat, disertai tingkat rentabilitas yang baik, harusnya lahir dari pengelolaan bisnis bank yang memperhatikan aspek risiko yang selalu terkendali, serta mematuhi segenap peraturan yang ada.
Secara ringkas bisa diformulasikan dalam tabel berikut ini ;


Unit Bisnis
>>>>>>>>Unit Manajemen Risiko>>>>>>>Unit Kepatuhan (Compliance)
Fokus Business Opportunity Pengendalian Risiko Pencegahan Pelanggaran
Integrasi
Tujuan
Operasi Organisasi
Bank Laba>>>>>>>>>>Dengan Risiko Yang Terkendali>>>Serta Mematuhi Peraturan.

Dari tabel diatas, tampaklah bahwa memadukan bisnis, manajemen risiko dan kepatuhan adalah suatu kemestian yang tak bisa disangkal. Tinggallah bagaimana manajemen bank mengupayakan agar hal ini menjadi terwujud.

No comments: