Kecurangan bermula dari yang kecil, kemudian membesar dan pada akhirnya akan mencelakakan bank. Untuk itu perlu ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik menekan praktik kecurangan. Tujuan utamanya mencegah dan mendeteksi kecurangan serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan.
Kecurangan bisa terjadi dimana saja, kecurangan dalam institusi perbankan dampaknya akan sangat jauh, karena dasar bekerjanya bank adalah kepercayaan. Sehingga bila terjadi kecurangan maka bisa mengikis tingkat kepercayaan berbagai pihak yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan bank dan tentunya lebih jauh lagi pada perekonomian.
Kerawanan terjadinya kecurangan di perbankan sebagai badan usaha sangatlah luas cakupannya, mengingat usahanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat. Bila kecurangan terjadi, maka fungsi intermediasi bank menjadi terganggu. Bila terjadi dalam frekuensi dan volume yang besar maka tentunya tujuan pencapaian sasaran kerjanya akan sulit bisa dicapai.
The Institute of Internal Auditors (IIA) mendefinisikan kecurangan sbb; “An array of irregulation and illegal acts characterized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of thr organization and by persons outside as well as inside organizatioan” (Suatu kesatuan penyimpangan dan tindalan illegal yang ditandai dengan penipuan yang disengaja, yang dapat dilakukan oleh dan untuk keuntungan bagi organisasi dan atau individu baik di dalam maupun di luar organisasi)
Dari definisi ini memperlihatkan bahwa dalam kecurangan ada penyimpangan dan atau tindakan illegal, penipuan yang disengaja yang menguntungkan individu maupun organisasi, artinya dibalik itu ada pihak yang dirugikan, sedangkan pelakunya bisa organisasi atau individu. Artinya ini dapat dilakukan untuk manfaat dan/atau kerugian organisasi oleh orang di luar atau orang lain dalam organisasi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kecurangan ini adalah suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu secara tidak sah.
Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver (Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuntungan pada si penipu) G.Jack Bologna J.Lindquist & Joseph T.Wells dalam bukunya The Accounting’s Handbook of Fraud and Commercial Crime.
Dia mengartikan kriminal adalah setiap tindakan kesalahan yang serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Namum pengartiannya tidak dilakukan secara ketat seperti dalam arti hukum. Dengan demikian, meskipun pelaku kecurangan dapat menghindari tuntuan kriminal pidana, tindakan ini dipertimbangkan tetap sebagai kriminal.
Penyebab Kecurangan
Bank For International Settlements (BIS), menyebutkan penyebab terjadinya fraud (kecurangan), kerugian dan permasalahan bank, terutama disebabkan ;
• Kurang memadainya pengawasan dan akuntabilitas dari pengurus bank serta kegagalan mengembangkan budaya pengendalian yang kuat
• Tidak memadainya identifikasi risiko dan penilaian atas risiko dari kegiatan bank, baik “on” maupun “off” balance sheet
• Tidak ada atau gagalnya fungsi struktur dan kunci pengendalian, serta pemisahan fungsi, pengesahan/otorsasi, verifikasi dan kaji ulang atas kinerja bank.
• Tidak berjalannya komunikasi/arus informasi kepada pengurus mengenai permasalahan yang terjadi.
• Tidak memadainya atau tidak efektifnya program audit dan kegiatan pemantauan terutama dalam identifikasi dan pelaporan kelemahan dalam pengendalian permasalahan bank
Kecurangan yang terjadi di bank salah satu penyebab utamanya justru faktor sumber daya manusia di sektor perbankan itu sendiri, yang melakukan praktik-praktik perbankan yang menyimpang atau melanggar ketentuan yang berlaku. Sebagai contoh para pemilik bank yang cenderung memanfaatkan bank untuk kepentingan grup usahanya, yang secara langsung atau tidak langsung juga mewakili kepentingan pribadinya. Selain itu, pengurus bank juga cenderung mengutamakan atau mengakomodasi kepentingan pemilik bank, yang pada akhirnya menjurus kepada penyimpangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata, yang dapat merugikan bank dan kepentingan masyarakat, khususnya penyimpan dana.
Berbagai pihak di bank dapat melakukan kecurangan baik pemegang saham, pengurus, pegawai, nasabah, auditor intern, auditor ekstern maupun pihak lain seperti, kontraktor, appraisal dan konsultan. Dia bisa melakukannya sendiri-sendiri, dalam kelompok yang kecil bahkan mungkin dilakukan dengan kelompok yang besar, luas serta terorganisir. Mengingat luasnya kemungkinan pihak-pihak yang bisa melakukannya, maka konsep membangun system pengendalian yang handal dalam semua kegiatan menjadi satu hal yang teramat penting.
Nah, kalau saja penyebab itu sudah ada dan pelakunya mungkin dari berbagai kalangan di bank, maka signal bahaya sudah didepan mata.
Pencegahan
Pencegahan kecurangan dimulai dari suatu pendapat bahwa tidak semua orang dapat berlaku jujur dan ini adalah merupakan suatu kenyataan dalam kehidupan ini. Bahkan seorang yang sebenarnya jujur sekalipun bila dia ada ditengah-tengah organisasi yang memberinya banyak kesempatan untuk bisa berlaku curang maka ini akan menyeret dirinya pada suatu kultur tersebut. Apabila seseorang ditempatkan dalam lingkungan yang rendah integritasnya, lemah kontrolnya, jelek sistem pertanggungjawabannya, akuntabilitasnya, atau selalu dalam tekanan hal ini akan menimbulkan dorongan untuk tumbunya ketidak jujuran.
Menciptakan kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu. Empat faktor untuk pencegahan kecurangan adalah sangat krusial untuk menciptakan suatu kultur kejujuran, keterbukaan dan saling menolong dalam kebaikan. Hal ini meliputi : (1) Menempatkan orang-orang yang jujur dan terpercaya serta melakukan pelatihan tentang kesadaran bahaya kecurangan; (2) Menciptakan lingkungan kerja yang positif ; (3) Menyebarluaskan pemahaman terhadap kode etik ; (4) Melakukan program bantuan bagi karyawan (Employee Assistance Programs)
Menempatkan Orang-Orang yang Jujur dan Terpercaya serta Melakukan Pelatihan Tentang Kesadaran Bahaya Kecurangan. Dari hasil studi di Amerika Serikat (John Kula, Director of Fraud and Service Consulting for Arthur Anderson, as quoted in Jerrr Thomas, “ Prosecution of White – Collar Crime Rising,” Chicago Tribune, June 10, 1991, p.B1.) terungkap bahwa 31% dari orang Amerika tidak jujur, 30% jujur secara situasional saja dan hanya 41% yang benar-benar jujur pada setiap keadaan. Studi ini juga memperlihatkan 25% dari kecurangan yang terjadi dilakukan oleh karyawan yang sudah bekerja 3 tahun atau lebih. Orang tersebut pada umumnya suka berjudi, mempunyai masalah keuangan, suka minum-minum atau mempunyai problem kriminal.
Walaupun data tersebut bukan terjadi di Indonesia, setidaknya bisa mengindikasikan bahwa kejujuran orang seharusnya dibangun dari awal. Dalam hubungan ini maka untuk membangun organisasi yang kuat memerlukan suatu kebijakan skrining yang baik bagi para karyawan. Kemantapan lingkungan pengendalian mencegah ketidak jujuran karyawan dan merupakan dorongan untuk mencegah kecurangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, organisasi perlu kreatif dalam proses penyaringan. Sebagai contoh bank-bank saat ini yang sudah melakukan penyaringan calon nasabah ataupun calon karyawannya misalnya dengan meneliti problem kreditnya dan kinerjanya, baik melalui sistem informasi nasabah di bank sentral, maupun melalui sistem informasi credit card. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah menginventarsir sidik jari seluruh karyawan dan nasabah dan menyimpannya dalam database yang selanjutnya bisa digunakan bila diperlukan dan jika terjadi persoalan yang berindikasi kriminal. Di Amerika bahkan banyak organisasi yang menyewa private investigators untuk meneliti latar belakang seseorang. Juga test terhadap tulisan tangan seseorang kerap kali digunakan sebagai salah satu caranya.
Beberapa perusahaan telah melakukan pelatihan untuk bisa melakukan wawancara dengan melakukan cross-check terhadap berbagai latar belakang seseorang yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut.
Wawancara ini tentunya diharap bisa mengungkap bila terjadi kebohongan latar belakang yang diberikan para calon nasabah ataupun karyawan. Diharapkan hal ini bisa mengungkap juga problem-problem antara lain ketidak puasan karyawan, pemalsuan tingkat pendidikan, catatan kriminal yang pernah dilakukan, keburukan rating kreditnya dan kinerjanya, mentalitas yang buruk, ketergantungan pada obat terlarang dan peminum, temperamen yang tak terkontrol. Orang-orang seperti ini secara umum mempunyai masalah potensial untuk melakukan kecurangan dan sebaiknya tidak masuk dalam lingkungan aktivitas organisasi.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif. Adalah tidak mungkin menciptakan kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu tanpa menciptakan lingkungan kerja yang positif. Lingkungan kerja yang positif tidak terbentuk secara otomatis, dia harus diolah dan dibangun.
Kebijakan pintu terbuka yang positif terhadap karyawan serta kepatuhan pada sistem dan prosedur merupakan dorongan bagi organisasi untuk melawan kecurangan.
Kebijakan pintu terbuka untuk pencegahan kecurangan mempunyai dua jalan. Pertama, Sebenarnya banyak orang yang punya komitemen untuk melawan kecurangan namun dia tidak punya tempat kepada siapa dia mengadu dan meyampaikannya. Apabila dia menyimpannya sendiri dia kehilangan kesempatan yang tepat untuk melakukan tindakan dan konsekwensinya dia bisa melakukan tindakan yang salah. Kedua, Kebijakan pintu terbuka akan menolong para manajer dan lain-lainnya untuk memahami tekanan, problem dan alasan para karyawan. Pemahaman para manajer terhadap hal ini merupakan suatu langkah secara proaktif untuk mencegah kecurangan.
Membangun Kode Etik. Kultur kejujuran, keterbukaan dan saling membantu tak mungkin tercipta tanpa adanya kode etik dan kepatuhan pada kode etik tersebut. Literatur tentang membangun moral mengatakan bila kita ingin orang-orang berlaku jujur, kita harus membentuk kebiasaan dengan model tersebut. Perusahaan yang berhasil mencegah kecurangan perlu mempunyai label program untuk itu dan biasanya diberi nama “kode etik”. Rumusan kode etik menggambarkan apa yang baik dan dapat dilakukan serta yang apa yang tidak baik dan jangan dilakukan. Para karyawan secara periodik harus membaca dan menandatangani kode etik perusahaan tidak hanya untuk mendorong kembali pemahamannya tentang apa makna yang patut dan yang tidak patut, tapi juga menegaskan bahwa hal ini penting bagi perusahaan. Ekspektasi diklarifikasikan dan ekspektasi yang sudah clear bisa menekan kecurangan. Misalnya, bila ada pernyataan karyawan “Saya hanya meminjam uang ini sementara saja”, kalaulah dia memahami apa keinginan dari perusahaan, maka dia tidak melakukan kecurangan, namun dia akan mengajukan pinjaman yang memperoleh persetujuan sebagaimana seharusnya.
Selanjutnya perlu adanya code of conduct yang merupakan aturan tingkah laku yang merupakan statement dari filosofi bank haruslah menjadi dasar dari segenap perilaku dalam pengelolaan bank. Ini merupakan sumber dari strategi, cara dan langkah kerja bank. Hal ini perlu untuk membangun kesadaran kritis, bahwa bisnis bank profit making activity, yang harus dicapai dengan cara baik, tidak curang, tidak merugikan orang lain. Keuntungan yang dicapai juga meliputi non financial profit, moral, citra, pelayanan, tanggung jawab sosial, integritas moral, mutu, kepercayaan. Meliputi juga keuntungan berjangka panjang.
Sebagai contoh, Institut Bankir Indonesia telah memberikan suatu dasar bagi para anggotanya dalam “Kode Etik Bankir Indonesia” yang bisa menjadi acuan awal dari setiap bank untuk membuat aturan tingkah laku bagi banknya yang lebih teknis dengan penyesuaian sesuai kultur banknya masing-masing.
1. Patuh dan taat pada ketentuan dan perundang-undangan dan peraturan yg berlaku
2. Melakukan pencatatan yg benar mengenai segala transaksi yang berkaitan dengan banknya
3. Menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat
4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi
5. Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal terdapat pertentangan kepentingan
6. Menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya
7. Memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan
8. Tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun keluarganya
9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya
Melakukan Program Bantuan Bagi Karyawan (Employee Assistance Programs). Salah satu elemen dari terjadinya kecurangan adalah adanya tekanan (pressure). Orang yang tertekan seperti ini bisa terdorong melakukan kecurangan.
Program bantuan bagi karyawan ini utamanya menghadapi masalah seperti; penyalah gunaannya terhadap minuman keras atau obat-obatan, perjudian, kesulitan pengaturan keuangan, kesehatan, keluarga dan problem yang bersifat pribadi.
Masalah-masalah seperti banyak terjadi di dalam suatu organisasi, apabila tidak tertangani secara baik dengan suatu program yang baik akan menjadi potensi kecurangan terjadi.
Sebagai contoh ;
Seorang karyawan bank tengah menghadapi kesulitan keluarga pada akhir tahun ajaran baru yang harus memasukan 3 orang anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ini membutuhkan biaya besar padahal sumber–sumber keuangannya sudah sangat terbatas. Dia telah mengajukan permintaan kepada manajemen HRD bank-nya untuk memperoleh pinjaman, namun karena pinjamannya sudah melampaui limit, maka permohonannya diolak. Pekerjaan sehari-harinya adalah melakukan rekonsiliasi pos-pos rekening sementara antar kantor yang terbuka. Melihat pos-pos yang sering lambat direspons, maka fikiran negatifnya terbuka untuk mendebet rekening tersebut sementara dialihkan ke rekening pribadinya dengan alasan menyelematkan pendidikan anaknya. Namun hal ini berkelanjutan, sehingga menjadi suatu jumlah yang besar.
Contoh lain adalah, seorang karyawan bank, account officer, yang pergaulannya memang sangat “high class” dan tidak sesuai dengan tingkat pendapatannya. Dia terpaksa melakukan konsumsi yang jauh dari kemampuannya, seperti pakaian mahal, mobil mewah, seringkali keluar masuk pub dan restoran mewah serta gaya hidup yang “wah”. Kondisi ini mendorong dia melakukan kecurangan dengan memanfaatkan kelemahan dalam lingkungan kerjanya di bank. Caranya bekerja sama dengan nasabah yang mengajukan permohonan kredit. Dia menjamin bahwa permohonan kredit nasabah ini pasti disetujui dan melakukan berbgai cara mark-up data, perhitungan kredit maupun agunan. Untuk itu dia memperoleh imbalan.
Menekan Kemungkinan Kecurangan
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi sebab terjadi kecurangan ; merasa adanya “tekanan”, merasa adanya “kesempatan” dan adanya “alasan” untuk melakukannya. Bila ketiga hal ini telah ada secara bersamaan maka pintu kesempatan kecurangan sudah bisa terjadi.
Dibawah ini diuraikan metode pencegahan kecurangan yang setidakmya menekan terjadinya kesempatan tersebut.
Melaksanakan Internal Control yang Baik. Suatu cara terbaik untuk untuk menekan kemungkinan terjadinya kecurangan adalah menerapkan sistem control yang baik. The Institut of Internal Auditors menjelaskan tentang standar kecurangan sebagai contoh adalah sbb;
Detterance consists of those actions taken to discourage the perpetration of fraud and limit the exposure if fraud does occur. The principle mechanisem for deffering fraud is control. Primary responsibility for establishing and maintaining control rests with management.
Untuk menekan praktik kecurangan seharusnya ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik. Tujuan utamanya adalah mencegah dan mendeteksi kecurangan serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan. Tujuan berikutnya adalah untuk membantu manajemen untuk mencapai target finansial dan tujuan banknya dengan membantu menekan pemborosan, selanjutnya bisa memberi kontribusi dengan menaikan harga saham bagi bank-bank yang go-public melalui perbaikan sistem untuk melawan kecurangan, melaksanakan, dan prosedur program memberantas kecurangan.
Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan adanya standar yang harus dipahami dan dipatuhi oleh segenap manajemen dan karyawan. Standar ini meliputi adanya ;
• Organisasi: Adanya aturan, responsibilitas dan akuntabilitas untuk pencegahan dan mendeteksi kecurangan serta langkah recovery atas kerugian dan harus jelas didefinisikan serta dikomunikasikan kepada semuanya level.
• Policy: Adanya kebijakan dan standar dibuat untuk semua risiko kecurangan.
• Perbaikan: Bisnis harus belajar dari kesalahan yang terjadi.
• Pengetahuan: Adanya transfer dan penyebaran pengetahuan yang merupakan suatu best practice agar pihak-pihak di bank punya pemahaman dan pengetahuan bahwa kecurangan itu buruk dan harus diberantas.
• Manajemen Risiko: Kelengkapan dan konsitensi dalam proses untuk mengukur, mengendalikan dan melaporkan risiko-risiko kecurangan merupakan bagian yang integral dari operasional bisnis perbankan yang dilakukan.
• Solusi: Adanya contact point untuk peningkatan dan mendalami issue kecurangan
• Kultur: Harus ada upaya peningkatan perhatian terhadap kecurangan melalui pelatihan, serta adanya penghargaan pada yang berprestasi serta sanksi pada yang bersalah.
• Keputusan: Mengidentifikasi risiko untuk memperkirakan keputusan yang tepat dari tiap tingkatan manajemen
Standar seperti ini merupakan fondasi untuk membangun program pencegahan kecurangan yang efektif. Hal kritis yang harus dipahami para manajer adalah risiko yang paling penting yang ada dihadapannya. Apabila tidak ada keinginan untuk menggali lebih jauh atau adanya toleransi terhadap kemungkinan kecurangan, maka hal ini akan memperbesar bank menghadapi risiko yang potensial. Karenanya hal ini perlu masukan dari direksi, dewan komisaris, Bank Indonesia, risk manager, compliance dan manager lini dalam bank.
Deteksi Kecurangan
Tujuan utama dari deteksi ini adalah mengidentifikasikan kerugian atau mencoba untuk mengetahui penyebab kemungkinan kesempatan kerugian lebih dini dan sehingga dapat menekan jumlah kerugian. Hal in termasuk ;
• Penggunaan alat atau teknik untuk secara pro-aktif mengidentifikasikan kecurangan seperti
o Menyaring dan meneliti data akuntansi dan data lainnya
o Melakukan review terhadap kecurangan dengan fokus pada area yang spesifik.
o Melakukan pemetaan risiko dan melakukan penilaiannya.
o Membangun sistem baik berdasarkan “inttilegent or knowledge based system”.
• Adanya hot-line dari karyawan yang terjaga kerahasiaannya dalam pelaporannya.
• Adanya personnel security (Ternasuk skrining untuk pegawai baru dan re-skrining dari pagawai bank yang ada, terutama yang duduk pada posisi yang sensitif)
Investigasi Dan Recovery
Langkah ini merupakan upaya untuk mencoba melakukan recovery untuk menekan kerugian dengan efektif dan efesien dari berbagai kejadian yang merugikan. Sebuah produk dari proses recovery adalah juga belajar dari kesalahan dan pengidentifikasikan ancaman-ancaman, dalam hal ini termasuk unsur manusianya, prosesnya atau prosedur untuk membangun langkah-langkah prefentif atau menekan kemungkinan berulangnya kejadian tersebut. Recovery ini termasuk ;
• Investigasi yang terbuka dan tersembunyi, dilakukan diam-diam, wawancara serta dukungan manajemen secara profesional.
• Adanya hubungan internal dan eksternal dalam pelaporan, termasuk pada regulatornya.
• Menjadikannya suatu issue manajemen intern, termasuk crisis management.
• Presentasi temuan kepada direksi dan senior manajemen, dan bila dianggap perlu bisa dilakukan juga pada pihak eksternal rgulator, seperti BI dsb.
• Mengidentifikasikan kelemahan prosedur atau perbedaannya dengan sistem dan prosedur yang berlaku, membuat action plan untuk meredakan issue ini.
• Melakukan transfer pengetahuan (yang merupakan best practice untuk pembelajaran dari kejadian ini) melalui program pelatihan.
Implementasi dari sasaran Program Pencegahan Kecurangan
Pengimplementasian program manajemen risiko kecurangan disarankan perlu dirumuskan dan dilakukan dengan baik. Memang tidak semua elemen diperlukan dan mekanisme di setiap unit kerja yang sebenarnya sudah ada perlindungannya sendiri juga.
Hal yang penting adalah tindakan selanjutnya, bila semua sudah tersedia di bank untuk mencapai sasarannya, maka dengan pencegahan terhadap terjadinya kecurangan, ini merupakan perlindungan terhadap uang dan kekayaan bank yang sangat berharga. Review lanjutannya adalah penilaian dan penyesuaian terhadap peraturan dan pelaksanaannya yang berjalan agar selalu melindungi bisnis bank dan harus memberikan manfaat yang kompetitif. (TPT)
Saturday, November 3, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment